Langsung ke konten utama

Tuhan Sembilan Senti (Haramnya Rokok)

”Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”
(TQS Al Baqarah: 195).

Buya Ahmad Syafii Maarif, tokoh salah satu ormas Islam terbesar di negeri ini, dalam kolom Republika (5/7) mengingatkan kita tentang salah satu penyebab utama kemiskinan di negeri ini. Kemiskinan itu bukan perkara politik an sich seperti yang riuh dibicarakan orang. Penyebabnya adalah perilaku boros sebagian besar masyarakat. Ada triliunan uang yang dibakar setiap hari secara sia-sia di semua negara lewat kebiasaan merokok.
Indonesia, kata Taufiq Ismail dalam puisinya, adalah surga yang luar biasa ramah bagi perokok, tapi tempat siksa tak tertahankan bagi orang yang tak merokok. Ya. Hampir tak ada tempat yang bebas dari asap rokok. Di kebun, di pasar, sekolah, ruang kantor ber-AC, sampai tempat pengajian. Dengan nada sinisme, Taufiq Ismail bersajak, “Di sebuah ruang sidang ber-AC penuh, duduk sejumlah ulama terhormat merujuk kitab kuning dan mempersiapkan sejumlah fatwa. Mereka ulama ahli hisap. Haasaba, yuhaasibu, hisaaban. Bukan ahli hisab ilmu falak, tapi ahli hisap rokok. Di antara jari telunjuk dan jari tengah mereka terselip berhala-berhala kecil, sembilan senti panjangnya, putih warnanya, ke mana-mana dibawa dengan setia, satu kantong dengan kalung tasbih 99 butirnya...Mengintip kita dari balik jendela ruang sidang, tampak kebanyakan mereka memegang rokok dengan tangan kanan, cuma sedikit yang memegang dengan tangan kiri. Inikah gerangan pertanda yang terbanyak kelompok ashabul yamiin dan yang sedikit golongan ashabus syimaal?... Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, [yang] diam-diam menguasai kita...“

Efek Kompleks
Sinisme Taufiq Ismail rasanya tak berlebihan. Rokok memang mengakibatkan efek yang sangat kompleks. Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan hampir sekitar 700 juta anak atau sekitar setengah dari seluruh anak di dunia ini, termasuk bayi yang masih menyusu pada ibunya, terpaksa menghisap udara yang sudah terpolusi oleh asap rokok. Bukan hanya menurut WHO, tetapi lebih dari 70 ribu artikel ilmiah membuktikan dampak buruk rokok. Dalam kepulan asap rokok terkandung 4000 racun kimia berbahaya, dan 43 diantaranya bersifat karsinogenik (merangsang tumbuhnya kanker). Berbagai zat berbahaya itu adalah tar, karbon monoksida (CO), dan nikotin.
Akibatnya, berbagai penyakit kanker pun mengintai, seperti: kanker paru-paru—90% kanker paru pada laki-laki disebabkan rokok, dan 70% untuk perempuan, kanker mulut, kanker bibir, asma, kanker leher rahim, jantung koroner, darah tinggi, stroke, kanker darah, kanker hati, bronchitis, kematian mendadak pada bayi, bahaya rusaknya kesuburan bagi wanita dan impotensi bagi kaum pria. Prosentase kematian disebabkan rokok adalah lebih tinggi dibandingkan karena perang dan kecelakaan lalulintas.
Dampak asap rokok bukan hanya untuk si perokok aktif (active smoker) saja. Ia pun punya dampak sangat serius bagi perokok pasif (passive smoker). Perlu diketahui, jika seseorang merokok, itu berarti dia hanya menghisap asap rokoknya sekitar 15% saja, sedangkan 85% lainnya akan dilepaskan dan akhirnya dihisap oleh para perokok pasif. Orang yang tidak merokok (passive smoker), tetapi terpapar asap rokok akan menghirup dua kali lipat racun yang dihembuskan pada asap rokok oleh si perokok. Ini zalim, sangat tidak adil; tidak merokok, tetapi malah menghirup racun dua kali lipat. Pengaruh asap rokok pada perokok pasif adalah tiga kali lebih buruk daripada debu dan batu bara.
Begitu bahayanya, tidak heran jika menurut estimasi WHO, pada 2020 dampak tembakau di negara maju akan menurun drastis. Mereka paham betapa bahayanya rokok. Trend tersebut terlihat jelas. Pada 1996 mencapai 32%, namun pada 2001 menurun hanya 28%. Namun, di negara-negara berkembang trend konsumsi tembakau malah mengalami kenaikan, yaitu 68% pada 1996, menjadi 72% pada 2001. Maka wajar, jika hampir 50% (sekitar 4,2 juta jiwa) kematian akibat tembakau pada 2020 terjadi di wilayah Asia, khususnya di negara berkembang, seperti Indonesia.
Rokok memang memberikan kontribusi signifikan bagi negara berupa cukai. Tahun 2004 cukai rokok sebesar Rp. 27 trilyun. Belum lagi kontribusi sektor pertanian dan tenaga kerja. Namun, itu semua sebenarnya hanya ilusi belaka. Sebagai contoh, jika Pemerintah mendapatkan Rp. 27 trilyun, berapa sebenarnya biaya kesehatan yang ditanggung oleh pemerintah dan masyarakat? Menurut data di berbagai negara, dan juga Indonesia , biaya kesehatan yang ditanggung oleh pemerintah dan masyarakat sebesar 3 kali lipat dari cukai yang didapatkan. Jadi, kalau cukainya Rp. 27 trilyun maka biaya kesehatannya sebesar Rp. 81 trilyun (alias defisit).

Haram!
Sebenarnya masyarakat sudah mengerti bahaya rokok, karena dalam setiap bungkus rokok selalu ada peringatan: merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan dan janin.
Karena efek buruk rokok, telah banyak ulama salih memberi fatwa haramnya rokok. Di antaranya adalah ulama Arab Saudi, Mesir, dan Syria seperti: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin (Mufti Arab Saudi); Syaikh Muhammad bin Ibrahim; Abdul Malik al-Ashami (Makkah); Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab; Syaikh Ahmad as-Sunhawy al-Bahuty al-Anjalaby; Syaikh Al-Malakiyah Ibrahim al-Qaani; An-Najm al-Gazy al-Amiry as-Syafi’i (Syria); juga Syaikh Yusuf Qardhawy (Qatar).
Keharaman rokok tidaklah berdasarkan sebuah larangan yang disebutkan secara eksplisit dalam nash Al Quran atau pun Sunnah Nabawiyah. Keharaman rokok itu disimpulkan oleh para ulama di masa ini setelah dipastikannya temuan kemudharatan dari rokok seperti pemborosan harta, dampak kesehatan, dan bahayanya bagi orang lain.
Menurut Yusuf Qardhawi, ada suatu kaidah yang menyeluruh dan telah diakui dalam syariat Islam, yaitu bahwa setiap muslim tidak diperkenankan makan atau minum sesuatu yang dapat membunuh, lambat ataupun cepat, misalnya racun dengan segala macamnya; atau sesuatu yang membahayakan termasuk makan atau minum yang terlalu banyak yang menyebabkan sakit. Sebab seorang muslim itu bukan menjadi milik dirinya sendiri, tetapi dia adalah milik agama dan umatnya. Hidupnya, kesehatannya, hartanya dan seluruh nikmat yang diberikan Allah kepadanya adalah sebagai barang titipan (amanat). Oleh karena itu dia tidak boleh meneledorkan amanat itu.
"Janganlah kamu membunuh diri-diri kamu, karena sesungguhnya Allah Maha Belas-kasih kepadamu." (TQS An Nisaa: 29). "Jangan kamu mencampakkan diri-diri kamu kepada kebinasaan." (TQS Al-Baqarah: 195)
Rasulullah saw. pun bersabda: "Tidak boleh (umat Islam) membuat bahaya dan membalas bahaya." (HR Ahmad dan Ibnu Majah).
Menurut Ustadz Ahmad Sarwat Lc, awalnya memang belum ada ulama yang mengharamkan rokok, kecuali hanya memakruhkan. Dasar pemakruhannya pun sangat berbeda dengan dasar pengharamannya di masa sekarang ini. Dahulu para ulama hanya memandang bahwa orang yang merokok itu mulutnya berbau kurang sedap. Belum ada fakta dan penelitian di masa lalu tentang bahaya sebatang rokok. Maka hukum rokok hanya sekadar makruh lantaran membuat mulut berbau kurang sedang serta mengganggu pergaulan. Apabila mereka membaca penelitian terbaru tentang racun yang berbahaya yang terdapat dalam sebatang rokok, pastilah mereka akan bergidik. Pastilah mereka akan menerima bahwa hukum rokok itu bukan sekadar makruh lantaran mengakibatkan bau mulut, tapi mereka akan sepakat mengatakan bahwa rokok itu haram, lantaran merupakan benda mematikan yang telah merengut jutaan nyawa manusia (eramuslim.com).
Setelah umat manusia semakin merasa sumpek akibat asap rokok ini, Irlandia sejak Maret 2004 telah tampil sebagai bangsa pertama di muka bumi yang menciptakan kawasan kerja tertutup dan ruang publik, seperti restoran, bar, dan tempat-tempat umum terbebas dari asap rokok. Dalam tiga bulan kemudian disusul oleh Selandia Baru, Italia, dan Uruguay. Di DKI Jakarta—walaupun kurang efektif pelaksanaannya—telah dilansir kebijakan bertajuk larangan merokok di tempat umum dengan denda Rp. 50 juta dan kurungan 6 bulan.
Rokok, kemiskinan, penyakit, dan corak kesia-siaan lainnya sebenarnya bersahabat sebagai sumber malapetaka. Kesadaran ini selayaknya dimiliki sebagian besar masyarakat. Maka sajak Taufiq Ismail patut dijadikan renungan.
”Pada saat sajak ini dibacakan malam hari ini, sejak tadi pagi sudah 120 orang di Indonesia mati karena penyakit rokok. Korban penyakit rokok lebih dahsyat ketimbang korban kecelakaan lalu lintas, lebih gawat ketimbang bencana banjir, gempa bumi dan longsor, cuma setingkat di bawah korban narkoba,
Pada saat sajak ini dibacakan, berhala-berhala kecil itu sangat berkuasa di negara kita, jutaan jumlahnya, bersembunyi di dalam kantong baju dan celana, dibungkus dalam kertas berwarni dan berwarna, diiklankan dengan indah dan cerdasnya,
Tidak perlu wudhu atau tayammum menyucikan diri, tidak perlu ruku' dan sujud untuk taqarrub pada tuhan-tuhan ini, karena orang akan khusyuk dan fana dalam nikmat lewat upacara menyalakan api dan sesajen asap tuhan-tuhan ini,
Rabbana, beri kami kekuatan menghadapi berhala-berhala ini.”
***
[Tulisan ini merupakan arsip dari tulisan yang telah dipublikasikan di Buletin Sajada, Lembaga Amil Zakat Lampung Peduli, sejak 2005]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Saat Bencana Tak Menyadarkan Kita

“Belumkah datang kepada mereka berita penting tentang orang-orang yang sebelum mereka, (yaitu) kaum Nuh, 'Aad, Tsamud, kaum Ibrahim, penduduk Madyan dan negeri-negeri yang telah musnah? Telah datang kepada mereka rasul-rasul dengan membawa keterangan yang nyata, maka Allah tidaklah sekali-kali menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (QS At Taubah: 70) Selayaknya, hari itu adalah waktu libur yang menyenangkan. Pesisir pantai Aceh punya pesona menarik sebagaimana pantai lainnya di pesisir Samudera Indonesia. Pagi yang cerah. Menawarkan selera untuk bercengkerama dengan keluarga, sembari menikmati indahnya panorama pantai. Namun, malang tak dapat ditolak untung tak dapat diraih. Semuanya berubah menjadi peristiwa yang memilukan. Tiba-tiba bumi berguncang dahsyat, gempa mengundang panik semuanya. Belum sirna rasa terkejut itu, riuh rendah orang berteriak, “Air, air..., air datang!“ Kita selanjutnya menyaksikan ribuan mayat bergelimpangan, berbagai

PETAKA KUASA DUSTA

”Jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu-bapak dan kaum kerabatmu...Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (TQS An Nisaa: 135). Ini kisah menurut La Fontaine dalam Fables et Epitres. Dunia margasatwa diserang wabah penyakit. Diduga wabah itu merupakan azab Tuhan karena kejahatan penghuni dunia itu. Baginda Singa, tokoh nomor satu di kerajaan rimba, dengan memelas mengakui, ”Akulah penyebab segala bencana ini. Pekerjaanku memakan warga yang lemah seperti domba dan kambing.” Serigala membantah. ”Bukan demikian, Baginda tidak salah.” Yang dilakukan singa adalah implikasi dari kekuasaan. Memakan warga adalah bagian resiko yang harus diambil dari kebijakan yang dibuat pemimpin. Seorang demi seorang dari pembesar margasatwa bergilir mengakui kesalahannya. Pengadilan selalu memutuskan mereka tak bersalah

“Robohnya Masjid Kami” [Kritik Memakmurkan Masjid]

“Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama Allah dalam masjid-masjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (masjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat.” (TQS Al Baqarah: 114) Masjid itu dindingnya dari tanah liat. Tiangnya batang kurma, lantainya pasir, dan atapnya pelepah kurma. Maka, di suatu hari kaum Anshar mengumpulkan harta dan mendatangi Rasulullah saw.. "Wahai Rasulullah, bangunlah masjid dan hiasilah seindah-indahnya dengan harta yang kami bawa ini. Sampai kapan kita harus salat di bawah pelepah kurma?" Rasulullah menjawab, "Aku ingin seperti saudaraku Nabi Musa, masjidku cukup seperti arisy (gubuk tempat berteduh) Nabi Musa a.s.” Dijelaskan oleh Hasan r.a. menjelaskan bahwa ukuran arisy Nabi Musa a.s. adalah bila Rasulullah saw. mengangkat tangannya maka atapnya akan tersentuh Hadits ya