Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus 13, 2008

Kurban sebagai Kebiasaan

“ Wahai orang-orang yang beriman, maukah kamu aku tunjukkan seuatu perniagaan yang dengan itu kamu dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nyadan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika mengetahui.” (QS As Shaff: 8) “Tidak ada bayi lahir tanpa [keluar] darah.” Pada 1998 kalimat ini cukup populer di kalangan aktivis. Kata-kata tersebut mewakili sebuah keniscayaan tentang “harga” yang harus dibayar dari lahirnya perubahan. Seorang Ibu, demi lahirnya seorang bayi manis dambaannya, harus berkorban. Ada darah keluar yang turut menyertai proses persalinan. “Darah” tersebut kemudian diartikan sebagai resiko, akibat, atau konsekuensi logis dari sebuah perubahan. Dalam khasanah kalangan sosialis-komunis —yang kebanyakan mereka atheis, tidak mengakui Tuhan—kita juga mengenal juga mengenal istilah martir (tumbal). Dalam mencapai tujuan, harus ada orang yang siap mati untuk berkorban (atau dikorbanka

Kesulitan dan Datangnya Pertolongan

"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka ternyata mendustakan ayat-ayat kami, maka kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan" (QS Al A’raaf 96) Saat itu, suasana di Madinah begitu mencekam. Hari-hari terasa lamban berjalan. Telah lima tahun Rasulullah dan kaum Muslimin tinggal di kota tersebut. Selama masa itu telah banyak kesulitan besar terjadi. Ada harapan besar tentang keadaan yang lebih baik di Medinah, saat dahulu mereka hijrah dari Mekkah. Tapi rongrongan dari kaum kafir di Madinah terus menerus terjadi. Sampai kemudian, hari itu kaum Muslimin menghadapi peristiwa paling sulit dan genting sepanjang sejarah perjuangan mereka di Madinah. Menghadapi saat-saat menegangkan ketika pasukan kafir Quraisy dan Yahudi mengepung dari segala penjuru. Permasalahan utama muncul dari Yahudi Bani Nadhir. Para pembesarnya begitu antusias membakar semangat orang-orang kaf

Kebun yang Terbakar [Refleksi Kedermawanan]

” Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,(yaitu) pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu." (QS At Taubah: 34-35) Ini kisah tentang pemilik kebun yang diabadikan Al Qur’an. Mereka kaya raya. Namun bakhil. Bahkan sangat kikir. Mereka menetapkan tidak akan memberi untuk orang-orang miskin. Bahkan mereka menghalangi orang-orang yang tak punya itu sekadar untuk berjalan ke arah kebun mereka. Ada kesalahan lain yang tidak kalah beratnya. Mereka terlalu yakin bahwa apa yang ia tanam pasti akan ia petik dengan sukses, tanpa mau menyadari bahwa ada kekuasaan Allah. Merekapun tak mau sekadar mengataka

Ilmu sebagai Pemandu

”Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. ” (QS Al Israa’: 36) Namanya Mochammad Yusman Roy. Ia muallaf, baru mengenal Islam selama dua tahun. Di wajahnya, ada nuansa semangat untuk menjalankan agama, setelah sebelumnya dunia gelap menyelimutinya. Ia memang pernah lama malang melintang menjadi body guard bayaran. Sampai kemudian ia tersadar dan mendirikan kelompok pengajian. Namun, saat ini jamaah ”Ngaji Lelaku” di Malang, Jawa Timur yang dipimpinnya ramai menjadi buah bibir masyarakat. Masalah Roy mulanya sederhana. Ia ingin ibadah salat yang dijalaninya benar-benar dapat dihayati dengan baik. Menurutnya kendala tersebut muncul dari kesulitan sseorang memahami bacaan salat yang berbahasa Arab. Lalu atas kehendaknya, ia mengajarkan salat dengan lafal bahasa Indonesia. Ia kemudian memberi fatwa tentang bolehnya salat dengan bahasa Indonesia. Bebe

Gila Sebenarnya

“Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri, (yaitu) orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir, dan menyembunyikan karunia Allah yang telah diberikan-Nya kepada mereka.” (TQS An Nisaa’: 36-37). Pada suatu hari Rasulullah melewati sekelompok orang yang sedang berkumpul. Beliau bertanya,” Karena apa kalian berkumpul di sini?” Para sahabat menjawab, “Ya Rasulullah, ini ada orang gila, sedang mengamuk. Karena itulah kami berkumpul di sini.” Rasulullah bersabda, “Orang ini bukan gila. Ia sedang mendapat musibah. Tahukah kalian, siapakah orang gila yang benar-benar gila (al-majnun haqq al-majnun)?” Para sahabat menjawab, “Tidak, ya Rasulullah?” Beliau menjelaskan, “Orang gila adalah orang yang berjalan dengan sombong, yang memandang ora

Dermawan dalam Kesempitan

“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekadar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (TQS Ath Thalaq: 7). “Siapa yang bersedia menjamu tamuku ini, insya Allah akan mendapat rahmat-Nya,” sabda Rasulullah. Hal itu disampaikan karena beliau hanya mempunyai air minum untuk tamunya. Tamu Rasulullah itu lalu diajak Abu Thalhah. “Adakah makanan buat tamu kita ini?” kata Abu Thalhah kepada isteri sesampai di rumah. “Sedikitpun tidak ada, kecuali untuk sekali makan anak kita,” jawab Ummu Sulaim, isteri Abu Thalhah. “Baiklah, tidurkan saja anak kita. Hidangkan makanan itu buat tamu kita.” Abu Thalhah lantas mematikan lampu. Sang isteri lantas menghidangkan sepiring makanan untuk tamunya. Kemudian, si tamu dengan lahap menyantap hidangan yang tersaji, ditem

Dakwah Ilmiah

“ Maka Maha Tinggi Allah Raja Yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al Quran sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan." (TQS Thaaha: 114). Saat Darwin menerbitkan The Origin of Species pada 1859, dunia ilmiah (sains) dan agama guncang. Kehidupan berkembang tidak seperti yang diceritakan para ruhaniawan gereja. Manusia bukan lagi keturunan Nabi yang ditempatkan di surga. Ia tidak turun dari langit. Ia turun dari monyet. Walaupun Darwin pada akhirnya menjadi ateis, ia tidak melakukan dialog terbuka dengan wakil gereja. Huxley mewakilinya. Maka, pada 1860, The British Association for the Advancement of Science mengadakan pertemuan di Oxford. Yang datang tidak saja ilmuwan yang merisaukan perkembangan baru dalam biologi, tetapi juga gereja Inggris. Maka, perdebatan pun direncanakan antara Huxley dan Bishop Samuel Wilburforce, yang tidak pernah membaca The Origin, tetapi telah dilatih

Duh Anak, Mana Baktimu?

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapaknya dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka janganlah sekali-kali kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (TQS Al Israa: 23) Semoga Allah melimpahkan berkah bagi Anda yang memanfaatkan Idul Fitri yang lalu untuk ’sungkem’ kepada ibu-bapak. Dalam hadits riwayat Bukhari, Rasulullah menyampaikan kisah yang menggugah hati. "Pada suatu hari tiga orang berjalan, lalu kehujanan. Mereka berteduh pada sebuah gua di kaki sebuah gunung. Ketika mereka ada di dalamnya,tiba-tiba sebuah batu besar runtuh dan menutupi pintu gua. Sebagian mereka berkata pada yang lain, 'Ingatlah amal terbaik yang pernah kamu lakukan'. Kemudian mereka memohon kepada Allah dan bertawassul melalui amal tersebut, dengan harapan

Agama sebagai Rahmat Alam Semesta

" Tidaklah sikap lemah lembut memasuki sesuatu, kecuali pasti menghiasinya. Dan tidaklah kekerasan itu memasuki sesuatu, kecuali pasti menodainya ." (Al Hadits) Azahari. Tampaknya, nama itulah yang paling banyak disebut orang dan ditulis media massa, dua pekan yang lalu. Akhir hidupnya yang berjalan dramatis itulah yang membuatnya menarik untuk terus menjadi berita. Kita patut prihatin, gelar teroris--yang dikaitkan dengan Islam--yang disematkan kepadanya, menjadi kesempatan emas bagi orang-orang yang suka menghina dan mendiskreditkan Islam. "Beginilah kalau orang Islam taat kepada agamanya, berbahaya bagi negara." Seolah-olah itulah yang ingin mereka katakan lewat media massa yang ada. Tak urung, masyarakat awam pun banyak yang terpengaruh dan menghubungkan ketaatan beragama dengan pembenaran atas perilaku kekerasan. Jikalau benar Azahari melakukan kekerasan dan mendasari aktivitasnya atas nama Islam, kita patut memberi banyak catatan. Kita mungkin tidak meragukan