Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2008

Spirit ‘Kepala Kambing’ (Pelajaran Itsar)

" Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada orang lain (Muhajirin); dan mereka mengutamakan mereka (orang lain) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung " ( TQS Al Hasyr: 9 ). Terlibat dalam kepanitiaan kurban pekan yang lalu, ingatan tentang kisah ini terasa segar kembali. Salah seorang dari sahabat Nabi saw. diberi hadiah kepala kambing—pemberian yang cukup berharga kala itu. Namun, ia lalu berkata kepada keluarganya, "Sesungguhnya fulan dan keluarganya lebih membutuhkan ini daripada kita." Maka ia kirimkan hadiah tersebut kepada si fulan tetangganya. Tetangganya ternyata punya pandangan yang sama dengan sahabat pertama. Ia berikan lagi kepada tetangga yang lain. Secara terus menerus hadiah itu di kirimkan dari satu orang kepada yang lain hingga berputar sampai tujuh rumah. akhirnya kembali kepada orang y

Idul Qurban: Pesan Persaudaraan dan Kesetaraan

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” ( TQS Al Hujuraat: 13 ). Ini jabat tangan bersejarah. Di Gedung Putih, George W. Bush menerima kunjungan calon presiden penggantinya, Barack Hussein Obama, presiden kulit hitam pertama sejak Amerika berdiri 3 abad yang lalu. Entah bagaimana perasaan Bush saat itu. Obama sendiri punya kesan menyakitkan pada kunjungan pertamanya, empat tahun lalu. Setelah berjabat tangan, Bush langsung mem inta pengawalnya memberikan tisu pembersih kuman. Obama menuliskan secara khusus peristiwa tersebut dalam memoarnya, The Audacity of Hope . “Kekuasaan bisa mendatangkan isolasi berbahaya bagi pemegangnya,” tulis Obama. Barack Obama adalah fenomena

Mengembangkan Zakat Produktif

Berbagai komentar terkait tragedi pembagian zakat di Pasuruan masih menyisakan problem mendasar yang nyaris tidak tersentuh. Pertama , masalah organisasi pembagi zakat. Berbagai kritik diarahkan kepada keteledoran panitia. Mulai dari waktu pelaksanaan, mekanisme pembagian (cara antre, pemakaian kupon), sampai koordinasi dengan aparat keamanan. Namun ada hal yang seolah terabaikan bahwa ini menyangkut zakat; salah satu bentuk berderma dalam Islam yang mempunyai aturan rigid . Secara khusus Islam menyebut amil sebagai orang yang berhak membagikan zakat—dengan berbagai ketentuan operasional yang mengikat amil. Maka, “kesalahan” yang mestinya diluruskan bukan pada sisi teknis distribusi zakat, tetapi lebih mendasar pada: mengapa zakat tidak dibagikan oleh amil? Memang ada kebolehan menyampaikan zakat secara langsung oleh muzaki. Tapi tak ada teladan dari Nabi, kalangan sahabat dan ulama terdahulu yang bisa menjadi pembenaran, bila itu menyangkut pembagian zakat yang melibatkan ba

Mengembangkan Zakat Produktif

Berbagai komentar terkait tragedi pembagian zakat di Pasuruan masih menyisakan problem mendasar yang nyaris tidak tersentuh. Pertama , masalah organisasi pembagi zakat. Berbagai kritik diarahkan kepada keteledoran panitia. Mulai dari waktu pelaksanaan, mekanisme pembagian (cara antre, pemakaian kupon), sampai koordinasi dengan aparat keamanan. Namun ada hal yang seolah terabaikan bahwa ini menyangkut zakat; salah satu bentuk berderma dalam Islam yang mempunyai aturan rigid . Secara khusus Islam menyebut amil sebagai orang yang berhak membagikan zakat—dengan berbagai ketentuan operasional yang mengikat amil. Maka, “kesalahan” yang mestinya diluruskan bukan pada sisi teknis distribusi zakat, tetapi lebih mendasar pada: mengapa zakat tidak dibagikan oleh amil? Memang ada kebolehan menyampaikan zakat secara langsung oleh muzaki. Tapi tak ada teladan dari Nabi, kalangan sahabat dan ulama terdahulu yang bisa menjadi pembenaran, bila itu menyangkut pembagian zakat yang melibatkan banyak ora

Berbagi Sembari Belanja

Ingatan tentang tragedi Pasuruan terasa masih menimbulkan keprihatinan mendalam. Niat baik tanpa diiringi cara yang benar bisa mengundang petaka. Selayaknya, ini menjadi pelajaran bersama. Uluran tangan membantu, bisa malah mengundang pilu. Memberi santunan dengan harapan mengurangi kesenjangan, sejatinya bisa malah melestarikan kemiskinan. Tidak cukup niat baik. Kita perlu panduan–dari Alquran dan Sunnah Nabi—seraya mengasah kejelian berdasar pengalaman. Semoga Allah memberkahi keluarga Samsuri. Sahabat saya ini memberi pelajaran penting tentang cara berbagi—sebagaimana ia perlihatkan beberapa waktu yang lalu. Di jalan, di bilangan Rawa Laut, Bandar Lampung ia bertemu penjual opak (penganan kerupuk dari singkong). Ia dan isteri menyempatkan diri beramah-tamah dengan penjaja renta itu. Ia jadi tahu, penjaja opak itu telah mendorong sepeda tuanya puluhan kilometer dari Jati Agung, Lampung Selatan. Isterinya timbul iba seraya mengutarakan niat memberi uang beg

Tetaplah Lapar (Menjaga Nuansa Ramadan)

Rasa nikmat lazimnya disebabkan oleh hal ini: karena kita merasakan hal tidak enak sebelumnya. Kita punya pembanding dengan kondisi yang lain. Ini menjadi kaidah umum. Nikmatnya puasa, rasanya juga tidak bisa dipisahkan dari ’postulat’ tersebut. Kita merasakan bahagia dan nikmatnya berbuka, karena kita telah menahan lapar seharian suntuk. ’Makan kenyang’ itu tidak terasa nikmat, bila tidak pernah merasa lapar. Seseorang yang sehari-harinya makan daging, tidak akan merasa bahwa itu menu istimewa. Berbeda dengan mereka yang makan sehari-hari dengan lauk tempe, akan terasa nikmatnya daging. Rasa nikmat itulah yang kemudian membuat seseorang mudah bersyukur. Karena itulah, Rasulullah menampik kala ditawari Allah menjadikan lembah Mekah seluruhnya emas. ”Jangan ya Allah, aku hanya ingin satu hari kenyang dan satu hari lapar. Apabila aku lapar aku akan memohon dan ingat kepada-Mu dan bila kenyang aku akan bertahmid dan bersyukur kepada-Mu.” Jawaban Rasulullah menjadi teladan

Teguh dan Bergeraklah, Selalu...

“ Tetap teguhlah kamu pada jalan yang benar sebagaimana yang telah diperintahkan kepada kamu ” ( QS Hud: 112 ) Ramadan adalah saat yang banyak melahirkan ’keajaiban.’ Kita ternyata mampu melakukan sesuatu yang mungkin tidak terbayangkan sebelumnya. Seperti kemampuan kita menahan lapar, berpuasa setiap hari selama sebulan penuh. Sekadar puasa senin-kamis saja terasa sulit kita lakukan. Kita juga mampu melakukan qiyamul lail , salat tarawih, membaca Al Quran, sesuatu yang jarang (atau tidak pernah) kita lakukan sebelumnya. Namun, setiap usaha punya akhir riwayatnya. Sukses atau gagal, menang atau kalah, berakhir baik atau buruk. Begitulah Allah yang menciptakan segala sesuatu berpasangan, meliputi berbagai dimensinya. Begitupun tentang puasa yang telah kita lakukan. “Berapa banyak orang yang berpuasa namun ia tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali lapar dan dahaga…”begitu sabda Rasulullah yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, tentang kegagalan orang yang melaks

Tetangga Idola

Perpisahan. Tampaknya ini adalah prosesi yang kerap menyedihkan. Apalagi bila hal itu menyangkut sesuatu yang mendapat tempat di hati kita. Kalau boleh, rasanya memang tak usah ada yang namanya perpisahan. Akhir pekan kemarin, ”tragedi” itu terjadi. Keluarga Rudi Agung Prabowo (35), tetangga kami, pamit pindah ke Magelang. Orang tua yang sudah sepuh serta pekerjaan baru di sana, meneguhkan langkahnya untuk pulang kampung. Maka pagi itu, tangis haru pun pecah. Kebaikan suami-isteri serta kelucuan dua anaknya itu, terasa begitu berkesan. Banyaknya tetangga yang pagi itu membantu mengiringi boyongan, cukup menjadi gambaran tentang berartinya mereka bagi kami. Mas Agung, maafkan kami, doa kami menyertai... *** Entahlah, rasanya kami begitu kehilangan. Padahal, peristiwa serupa cukup sering saya alami. Banyak tetangga (juga teman) yang datang, tapi sering berlalu tak berkesan. Mungkin inilah yang disebut kebahagiaan. Kata Baginda Nabi, diantara kebahagiaan Muslim adalah me

Cium Tangan

Bertemu petani dalam kegiatan penyuluhan, jabat tangan menjadi bagian acara yang bernuansa beda. Telapak tangan mereka terasa kasar. Kebiasaan mereka mencangkul serta kerja berat yang lain membuat tangan mereka menjadi keras (Jw.: kapalan ). Mulanya sedikit mengusik kesan, berikutnya datar saja. Tetapi belakangan ini, saya begitu menikmati prosesi sentuhan dengan tangan kasar itu. Bahkan diam-diam, salaman itu menjadi momen yang saya rindukan. Tangan kasar petani itu seperti selalu mengingatkan saya kepada Sa’ad bin Muadz Al Anshari, sahabat Nabi. Ketika Rasulullah pulang dari Tabuk, beliau melihat keganjilan pada diri Sa’ad. Terlihat ada sakit yang ditahan Sa’ad saat berjabat tangan. “Kenapa tanganmu?” “Ini akibat sekop dan cangkul yang sering saya pergunakan untuk mencari nafkah bagi keluarga yang menjadi tanggunganku, ya Rasul,” jawab Sa’ad. Dilihat oleh Nabi, tangan Sa’d menghitam dan melepuh. Serta merta Nabi mengambil tangan Sa’ad dan menciumnya. “Inilah tangan ya

Pemenang Pilgub

Anda ikut mencoblos di pemilihan gubernur kemarin? Semoga peristiwa itu tidak terlewatkan begitu saja. Para tetangga saya di Sukabumi, Bandar Lampung, memberi alasan menarik tentang keikutsertaannya. Mereka mencoblos bukan hanya karena tuntutan sebagai ”warga negara yang baik.” Tetapi acara pemilihan itu dijadikan ajang untuk lebih akrab sesama warga. Sebagai ajang berkumpul, untuk sarana silaturahmi. Dari sana mereka jadi tahu siapa warga pendatang, kondisi terbaru tetangganya, juga perkembangan putera-puterinya, sampai kabar gembira atau duka yang dialami masing-masing. Maka, jangan dibayangkan bahwa pemilihan itu berjalan menegangkan. Ia berjalan dengan selingan gurauan segar. Ia menjadi moment yang dirindukan. Perhitungan suara pun layaknya tontonan yang menarik, terkendali, dan berakhir tanpa menegangkan urat syaraf. Dari para tetangga baru itu, saya belajar hal berharga. Setiap peristiwa itu bisa makin bernilai, sejauh banyaknya niatan dan pemaknaan positif yang mungkin didapatk

Ramadan nan Riang

Puasa selalu memberi nuansa berbeda dalam rutinitas harian kita. Cobalah simak dan rasakan. Acara makan, sebelum Ramadan, seperti berlalu begitu saja. Sekarang menjadi sesuatu yang dinantikan. Bukan hanya lantaran lapar. Tetapi kebersamaannya itu terasa memberi kenikmatan lebih. Kita merasa punya banyak luang untuk memberi perhatian kepada setiap anggota keluarga. Dari jenakanya anak-anak kita saat menahan lapar, dari kebersamaan kita kala sahur dan berbuka. Subhanallah. Kebahagiaan itu ternyata bisa hadir, dalam bentuk yang sederhana. Nuansa perubahan itu juga terlihat di lingkungan sekitar. Masjid penuh dengan jamaah. Semua berbondong-bondong meramaikan masjid (dalam makna harfiah). Tua-muda, lelaki-wanita, bahkan tak ketinggalan para balita. Semua terasa mengalir begitu saja, tak ada rekayasa, berjalan natural, dan tentunya, membahagiakan. Semuanya seperti larut terbawa perasaan. Semuanya menikmati. Pemuka agama yang (maaf) cenderung kaku memahami bahwa salat wanita lebih utama di r

Unggul Bersama

”Lho, kok tersenyum sendiri Mas?,” tegur rekan, saat saya membaca buku 100 Tokoh Terkemuka Lampung. Tampaknya saya tak bisa menyembunyikan rasa sukacita dan kekaguman. Lampung ternyata banyak sekali melahirkan tokoh—dari berbagai latar belakang—dengan prestasi cemerlang. Bukan hanya menjadi berita gembira, buku tersebut sepenuhnya inspiratif. Ia seperti memberi tahu dan menyadarkan kita tentang potensi besar dari keberadaan sosok unggulan yang dimiliki provinsi ini. Sebutlah, semisal di antaranya, Sulaiman Rasjid. Ia ternyata pelopor kodifikasi ilmu fikih di Indonesia. Ada Haji Bob Sadino yang (ternyata) berasal dari Tanjungkarang. Ia adalah pelopor agribisnis sayuran organik yang membuat produk pertanian ‘bermartabat’ di mal-mal besar. Ada juga Bustanul Arifin, profesor yang kerap menjadi rujukan pembangunan pertanian. Ada Sri Mulyani, yang Menteri Keuangan. Ada Abu Rizal Bakrie, sosok terkaya se-Asia Tenggara. Dan, masih banyak tokoh yang tak kalah besar prestasinya. B

Orang-orang Kalah (Refleksi Pilkada Lampung 2008)

“Dan janganlah kamu tukar perjanjianmu dengan Allah dengan harga yang sedikit (murah), sesungguhnya apa yang ada di sisi Allah, itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (TQS An Nahl: 95). Lampung memilih. Pekan mendatang adalah saat bersejarah bagi masyarakat Lampung. Untuk kali pertama dalam sejarah, gubernur dipilih langsung. Lebih dari 5 juta rakyat akan menentukan pilihan, untuk masa depannya. Pekan mendatang adalah saat-saat menegangkan. Terutama bagi mereka yang berlaga untuk menjadi orang pertama, di provinsi ini. Ya. Setelah sebelumnya menjalani hari-hari yang menguras tenaga dan biaya. Bilik suara seolah menjadi ujung cerita. Suka atau duka. Menang atau kalah. Manis atau tragis. Saya ingin kisah berikut ini mendapat penghayatan mendalam. Sampai kemudian (semoga) perenungan itu mengarah pada pemaknaan kaaffah (integral, holistik), tentang sejatinya menang-kalah. Tidak hanya bagi mereka yang berkompetisi menjadi gubernur, tapi untuk kita semua. Bukan hanya di moment

Zakat itu Menyelamatkan

Katakanlah: “Bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan yang Maha Esa, maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya. Dan kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan-Nya, yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka mengingkari akan adanya (kehidupan) akhirat.” (TQS Fushshilat: 6-7). Madinah guncang. Meninggalnya Rasulullah menimbulkan duka mendalam di kalangan sahabat. Bukan itu saja, banyak kabilah mengingkari keberadaan Khalifah Abu Bakar. Mereka menolak membayar zakat. Kabilah yang melakukan pembelotan itu meliputi dua pertiga wilayah Islam kala itu. Tak urung itu membuat ciut nyali Umar bin Khattab. Ia mengusulkan kepada Abu Bakar untuk melakukan kompromi dengan para kabilah itu. ”Demi Allah, tak akan aku biarkan sepeninggal Muhammad, mereka yang membedakan zakat dengan kewajiban Islam yang lain,” ujar Abu Bakar. Setelah itu, Abu Bakar mem

Wanita Sejajar Pria

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS At Taubah: 71). Asma binti Yazid As Sakan. Ia merasakan kegundahan saat membandingkan dirinya sebagai perempuan dengan para lelaki. Dalam berbagai moment, lelaki lebih sering disebut dengan mendapat berbagai keutamaan. Pada saat yang sama, tidak sebut keutamaan untuk wanita. Ternyata, kondisi yang sama, dirasakan oleh para perempuan yang lain. Mereka pun berbagi kerisauan itu. Selanjutnya, setelah berembug, mereka menyepakati Asma untuk pergi menemui Rasulullah saw.. “Sesungguhnya saya utusan dari sekelompok wanita muslimah di belakangku, mereka semuanya berkata dan sependapat dengan perkataanku. Sesungguhnya Allah m

Tangan yang Tercium Bau Surga

"Dialah Dzat yang menjadikan bumi ini mudah buat kamu. Oleh karena itu berjalanlah (berusahalah) di permukaannya dan makanlah dari rejekinya." (QS Al Mulk: 15) Mari kita simak kisah Sa’d bin Muadz Al Anshari. Waktu itu Rasulullah pulang dari Tabuk. Beliau melihat tangan Sa’d yang menghitam dan melepuh. “Kenapa tanganmu?” tanya Rasulullah. “Ini akibat palu dan sekop besi yang sering saya pergunakan untuk mencari nafkah bagi keluarga yang menjadi tanggunganku, ya Rasul,” jawab Sa’d. Maka Rasulullah mengambil tangan Sa’d dan menciumnya. “Inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh api neraka.” Rasulullah dicium tangannya oleh para sahabatnya? Peristiwa seperti ini tampak bukan hal istimewa bila menilik kedudukan beliau yang mulia. Kesaksian ‘Urwah bin Mas’ud—yang kala itu masih musyrik—cukuplah sebagai bukti. Kata Urwah, “Demi Allah, tidaklah Rasulullah saw meludah kecuali ludah itu jatuh ke telapak tangan seorang di antara mereka lalu mengusapkan ke muka dan kulit mereka. Apa