Langsung ke konten utama

Pemenang Pilgub

Anda ikut mencoblos di pemilihan gubernur kemarin? Semoga peristiwa itu tidak terlewatkan begitu saja. Para tetangga saya di Sukabumi, Bandar Lampung, memberi alasan menarik tentang keikutsertaannya. Mereka mencoblos bukan hanya karena tuntutan sebagai ”warga negara yang baik.” Tetapi acara pemilihan itu dijadikan ajang untuk lebih akrab sesama warga. Sebagai ajang berkumpul, untuk sarana silaturahmi. Dari sana mereka jadi tahu siapa warga pendatang, kondisi terbaru tetangganya, juga perkembangan putera-puterinya, sampai kabar gembira atau duka yang dialami masing-masing.
Maka, jangan dibayangkan bahwa pemilihan itu berjalan menegangkan. Ia berjalan dengan selingan gurauan segar. Ia menjadi moment yang dirindukan. Perhitungan suara pun layaknya tontonan yang menarik, terkendali, dan berakhir tanpa menegangkan urat syaraf.
Dari para tetangga baru itu, saya belajar hal berharga. Setiap peristiwa itu bisa makin bernilai, sejauh banyaknya niatan dan pemaknaan positif yang mungkin didapatkan darinya. Laksana sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui; atau menyelam sekaligus minum air. Berkumpul ikut pemilihan, mengapa tidak sekalian dijadikan sarana mempererat persaudaraan? Wajah sumringah mereka, seolah memberi pesan untuk kita semua.
Dewasa ini kita memang dihadapkan kepada kondisi mengkhawatirkan. Masyarakat modern (baca: suasana kota) kerap menghadirkan nuansa pergaulan yang kering. Hilang nuansa akrab dan guyub. Tegur sapa hanya seperlunya, saat butuh saja. Mereka menjadi pribadi individualis. Erich Fromm menyebutnya kepribadian nekrofil, kepribadian mayat. Seperti mayat, mereka kehilangan perasaan. Mereka bisa menonton penderitaan tanpa rasa empati dan simpati. Hidup mereka adalah hidup yang kosong, tanpa rasa, dan, karena itu tanpa makna. Orang kehilangan keakraban hubungan antara manusia.
Bisa jadi, ada diantara kita yang kecewa dengan proses pemilu. Berulangkali memilih, kok tak beranjak ada perbaikan. Bila kita tanya kepada cerdik pandai, mereka mungkin akan bilang: semua masih perlu waktu dan proses. Usul saya, nikmatilah proses tersebut. Kalaupun akan ada pemilihan lagi di masa mendatang, tak perlu ada golput. Cukup belajar dari tetangga saya di Sukabumi: memilih dengan tambahan niatan silaturahmi. Mengenal lebih akrab saudaranya, satu rukun warga. Di sinilah sesungguhnya kunci perbaikan. Bukankah, sebagaimana kata Baginda Nabi, silaturahmi adalah kunci pembuka rejeki?
Pemilihan gubernur itu telah usai digelar. Perolehan suaranya juga telah tergambar. Tapi, pemenangnya bukan yang terpilih menjadi gubernur—karena mereka masih harus menanggung amanah jabatan sebagaimana mereka janjikan. Pemenangnya: warga pemilih yang makin kokoh persaudaraannya.

(Tulisan ini merupakan Arsip dari Kolom Relung, Lampung Post Edisi Ramadhan 1429 H)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ramadhan: Saatnya Hijrah

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (TQS Ar Ruum: 30). Ini kabar gembira dari istana Cankaya, Istambul, Turki. Selasa (28/8) Abdullah Gul dilantik menjadi presiden ke-11 Turki. Istimewanya, ia didampingi oleh isteri yang berjilbab. Hayrunnisa Gul adalah Ibu Negara Turki pertama yang memakai jilbab. “Jilbab hanya menutupi kepala, bukan otak saya,” tegas ibu yang dikenal cerdas, berpenampilan hangat, elegan, dan menghindari sorotan media massa ini (Republika, 29/8). Jilbab memang sempat menjadi alasan untuk menjegal pencalonan Abdullah Gul. Turki, negara sekuler (memisahkan agama dalam pemerintahan) yang dibentuk Kemal Ataturk ini secara resmi memang masih melarang jilbab dipakai di instansi pemerintah. Kaum sekuler menilai jilbab tak patut menghiasi Istana Cankaya yang diangga...

Pemimpin Ruhani (Asa dari Gaza)

Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. ( QS Al Ankabut: 69 ) Segala cara sudah ditempuh untuk membendung dakwah Muhammad. Semuanya tidak membuahkan hasil. Kepanikan kaum musyrikin Makkah mencapai puncaknya ketika keluarga besar Muhammad, Bani Hasyim dan Bani al-Muththalib, berkeras melindungi Muhammad. Mereka lalu berkumpul di kediaman Bani Kinanah dan bersumpah untuk tidak menikahi Bani Hasyim dan Bani Muththalib, tidak berjual beli dengan mereka, tidak berkumpul, berbaur, memasuki rumah ataupun berbicara dengan mereka hingga mereka menyerahkan Muhammad untuk dibunuh. Kesepakatan zalim itu mereka tulis dalam lembar perjanjian (shahifah) dan digantungkan di rongga Ka’bah. Pemboikotan itu berjalan 3 tahun. Stok makanan mereka habis. Sementara itu kaum musyrikin tidak membiarkan makanan apapun yang masuk ke Mekk...

Kapan Kita Berhenti Merokok? (Haramnya Rokok)

Dan janganlah kamu membinasakan diri kamu sendiri; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. ( TQS An Nisa’: 29 ) Hadir dalam acara syukuran haji tetangga, saya mendengar kisah menarik tentang ”razia” di Masjid Nabawi, Madinah. Di pintu masuk ke masjid, ada para penjaga yang mengawasi datangnya jamaah. Bila mendapati jamaah yang merokok, mereka menegur keras, ”Haram, haram!” seraya merampas rokok. Jauh hari sebelum fatwa MUI, ulama di Arab Saudi telah menetapkan haramnya rokok. Ketetapan tersebut ditindaklanjuti, salah satunya, dengan pelarangan di masjid. Jumhur ulama di berbagai negara di Timur Tengah, juga Malaysia dan Brunei Darussalam; telah memfatwakan keharaman rokok. Cepat atau lambat—kebetulan, Indonesia termasuk yang terlambat—rokok akan menjadi masalah yang menjadi perhatian penting para ulama. Menurut Ahmad Sarwat (pengelola rubrik konsultasi syariah situs eramuslim.com), awalnya memang belum ada ulama yang mengharamkan rokok, kecuali hanya memakruhkan. Namun das...