Langsung ke konten utama

Tragedi Ponari

Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka pasti Allah akan mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya adalah neraka. Tidak ada orang-orang zalim itu seorang penolong pun.
(QS Al-Maidah: 72).


Belum lepas dari ingatan dengan hebohnya Ryan Sang Penjagal, Jombang kembali menjadi perhatian. Puluhan ribu orang tumplek-blek, minta diobati oleh Ponari, anak yang dianggap memiliki batu sakti.

Maka drama kolosal yang konyol itu berlangsung. Sembari digendong tangan kanan dicelupkan ke wadah air pasien yang antri, tangan kiri Ponari sibuk bermain game dari ponsel. “Ponari itu diberi kelebihan oleh Tuhan,” kata seorang wanita yang datang jauh dari Sidoarjo. Tokoh agama yang tak jelas aqidahnya, membolehkan datang ke tempat Ponari.

Begitulah, tak sekadar konyol, ini menjadi drama memilukan. Empat nyawa melayang karena berdesak-desakan. Karena capek, Ponari dirawat di rumah sakit—bahkan ia tak mampu mengobati dirinya sendiri.

Menyimak beritanya, saya diliputi kerisauan. Ternyata benar adanya, masyarakat kita terjangkit penyakit akut yang telah meluas. Masyarakat kita sakit. Sakit secara psikologis juga aqidahnya. Sebelumnya, seorang rekan menyampaikan kerisauan tentang tontonan mistis dan maraknya iklan SMS ramalan berbau klenik di teve. Jika iklan—yang mahal—begitu marak, pasti pangsa pasarnya besar. Saat itu, saya masih berpikir orang yang mengirim SMS lebih banyak karena faktor iseng. Tapi di Jombang, kita menyaksikan fakta sebenarnya. Begitu banyak orang dengan kesungguhan bergantung terhadap hal yang tak masuk di akal.

Kisah Ponari adalah tragedi. Kita ternyata masih sakit secara kolektif. Ini adalah cermin buruk menyongsong masa depan. Ya, karena masa depan cerah itu hanya akan kita peroleh dengan bekal ilmu pengetahuan. Cara pikir ala klenik, irasional, penuh mitos, sudah pasti identik dengan kebodohan dan keterbelakangan, yang bertentangan dengan ilmu pengetahuan (sains). Pola fikir klenik adalah penyakit yang akan menjadi penghambat kemajuan.


Syirik

Lebih dari sekadar penghambat kemajuan, pola fikir klenik ini menjadi masalah mendasar dalam Islam. Ini adalah perkara aqidah, sendi-sendi dasar agama tauhid. Mempercayai klenik dikategorikan sebagai syirik.

Untuk menjaga keselamatan diri dan mengobati penyakit, ada cara-caranya sendiri yang sudah dikenal menurut ketetapan syariah Islam. Rasulullah bersabda, "Berobatlah kamu, karena sesungguhnya Dzat yang membuat penyakit, Dia pula yang membuat obatnya." (HR Ahmad).

Dan sabda beliau pula, "Kalau ada sesuatu yang lebih baik daripada obat-obatanmu, maka ketiga hal inilah yang lebih baik, yaitu: minum madu, atau berbekam, atau kei dengan api." (HR Bukhari dan Muslim).

Ketiga cara berobat tersebut, menurut Syaikh Yusuf Qardhawi, substansi dan analoginya dapat meliputi macam-macam cara pengobatan yang berlaku di zaman kita sekarang, misalnya pengobatan dengan melalui mulut, operasi, kei, dan elektronik. Kalaupun tidak melalui tindakan medis, Rasulullah memberi contoh dengan ruqyah, pengobatan dengan menggunakan aayat Al Quran dan doa-doa khusus.

Adapun menggantungkan azimat—atau batu dalam kasus Ponari—dan membaca mentera untuk berobat dan menjaga diri, adalah suatu kebodohan dan kesesatan yang bertentangan dengan sunnatullah dan dapat menghilangkan tauhid.

Uqbah bin Amir meriwayatkan, bahwa ada sepuluh orang berkendaraan datang ke tempat Rasulullah saw. Yang sembilan dibai'at, tetapi yang satu ditahan. Kemudian mereka yang sembilan itu bertanya: mengapa dia ditahan? Rasulullah menjawab: karena di lengannya ada tangkal/azimat. Kemudian si laki-laki tersebut memotong tangkalnya, maka dibaiatlah dia oleh Rasulullah saw dan ia bersabda: "Barangsiapa menggantungkan (tangkal), maka sungguh dia telah menyekutukan Allah (syirik)." (HR Ahmad dan Hakim)

“Maukah aku kabarkan kepada kalian tentang dosa besar yang paling besar?!” kata Rasulullah sampai di ulang tiga kali. Mereka berkata, “Ya, wahai Rasulullah!” Beliau bersabda,” Menyekutukan Allah”(HR Bukhari)

Sabda Rasulullah, “Barangsiapa mendatangi dukun atau tukang ramal, lalu membenarkan apa yang dikatakannya, sungguh dia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad.”(HR Ahmad)

Begitulah. Setiap dosa berkemungkinan diampuni oleh Allah, kecuali dosa syirik. Ia memerlukan taubat khusus. “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya” (TQS An-Nisa: 48).***


Ruqyah berlandasan Syariah


Ruqyah adalah sebuah terapi dengan membacakan jampi-jampi. Pengobatan ruqyah sebenarnya sudah ada semenjak masa jahiliyah. Setelah Islam datang, Rasulullah saw menetapkan ruqyah yang dibolehkan. Ini lazim disebut ruqyah syar’iyah; yaitu membacakan ayat-ayat suci Al Quran dan doa-doa perlindungan yang ma’tsur (bersumber dari sunnah Rasulullah saw.).

Allah menurunkan surah al-Falaq dan An-Naas salah satu fungsinya sebagai pencegahan dan terapi bagi orang beriman yang terkena sihir. Diriwayatkan oleh Aisyah bahwa Rasulullah senantiasa membaca kedua surah tersebut dan meniupkannya pada kedua telapak tangannya, mengusapkan pada kepala dan wajah dan anggota badannya. Dari Abu Said bahwa, “Rasulullah saw dahulu senantiasa berlindung dari pengaruh mata jin dan manusia, ketika turun dua surah tersebut, maka mengganti dengan keduanya dan meninggalkan yang lainnya” (HR Tirmidzi).

Ruqyah syar’iyah dilakukan oleh seorang muslim, baik untuk tujuan penjagaan dan perlindungan diri sendiri atau orang lain, dari pengaruh buruk pandangan mata manusia dan jin (al-ain) kesurupan, pengaruh sihir, gangguan kejiwaan, dan berbagai penyakit fisik dan hati. Ruqyah juga bertujuan untuk melakukan terapi pengobatan dan penyembuhan bagi orang yang terkena salah satu diantara jenis-jenis gangguan dan penyakit tersebut.

Diriwayatkan, dari Abu Said al-Khudri ra berkata, “ Ketika kami sedang dalam suatu perjalanan, kami singgah di suatu tempat. Datanglah seorang wanita dan berkata, “ Sesungguhya pemimpin kami terkena sengatan, sedangkan sebagian kami sedang tidak ada. Apakah ada diantara kalian yang biasa meruqyah?” Maka bangunlah seorang dari kami yang tidak diragukan kemampuannya tentang ruqyah. Dia meruqyah dan sembuh. Kemudian dia diberi 30 ekor kambing dan kami mengambil susunya. Ketika peruqyah itu kembali, kami bertanya, ”Apakah Anda meruqyah?“ Berkata, ”Tidak, saya tidak meruqyah kecuali dengan Al-Fatihah.” Kami berkata,“Jangan bicarakan apapun kecuali setelah kita mendatangi atau bertanya pada Rasulullah saw. Ketika sampai di Madinah, kami ceritakan pada Nabi. Dan beliau berkata, “ Tidakkah ada yang tahu bahwa itu adalah ruqyah? Bagilah (kambing itu) dan dan jadikan saya satu bagian.” (HR Bukhari dan Muslim). Pembenaran Rasulullah terhadap tindakan sahabat tersebut juga menjadi dasar bolehnya memungut upah dari terapi ruqyah.

Dari Auf bin Malik al-Asyja’i berkata, ”Dahulu kami meruqyah di masa jahiliyah, dan kami bertanya, “ Wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu?” Rasulullah bersabda, ”Perlihatkan padaku ruqyah kalian. Tidak apa-apa dengan ruqyah jika tidak ada syiriknya.” (HR Muslim)

Para ulama berpendapat bahwa pada dasarnya ruqyah secara umum dilarang, kecuali ruqyah syariah. Sabda Rasulullah, “Sesungguhnya ruqyah (mantera), tamimah (jimat) dan tiwalah (pelet) adalah kemusyrikan.” (HR Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Al-Hakim).

Berkata Muhammad bin Al-Hasan, ”Dengan ini kami berpendapat. Tidak apa-apa dengan ruqyah selagi memakai Al Quran dan dzikrullah. Sedangkan jika ruqyah dengan perkataan yang tidak dikenal, maka tidak boleh.”

Rasulullah dalam berbagai riwayat, menyampaikan kepada para sahabatnya untuk melakukan ruqyah dzatiyah, yaitu seorang mukmin melakukan penjagaan terhadap diri sendiri dari berbagai macam gangguan jin, sihir, serta sakit yang lain. Hal ini lebih utama daripada meminta diruqyah orang lain. Dilakukan dengan dzikir dan doa ma’tsur (yang dicontohkan Rasulullah).***

Komentar

Anonim mengatakan…
Bagi yang suka ngeblog,yang di daerah lampung jangan lupa lihat blogku yahh
bisa dapat uang dari internet tanpa modal sama sekali..semua gratis..coba dehh
http://dapatduit-tanpamodal.blogspot.com
Makasih kunjungannya

Postingan populer dari blog ini

Saat Bencana Tak Menyadarkan Kita

“Belumkah datang kepada mereka berita penting tentang orang-orang yang sebelum mereka, (yaitu) kaum Nuh, 'Aad, Tsamud, kaum Ibrahim, penduduk Madyan dan negeri-negeri yang telah musnah? Telah datang kepada mereka rasul-rasul dengan membawa keterangan yang nyata, maka Allah tidaklah sekali-kali menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (QS At Taubah: 70) Selayaknya, hari itu adalah waktu libur yang menyenangkan. Pesisir pantai Aceh punya pesona menarik sebagaimana pantai lainnya di pesisir Samudera Indonesia. Pagi yang cerah. Menawarkan selera untuk bercengkerama dengan keluarga, sembari menikmati indahnya panorama pantai. Namun, malang tak dapat ditolak untung tak dapat diraih. Semuanya berubah menjadi peristiwa yang memilukan. Tiba-tiba bumi berguncang dahsyat, gempa mengundang panik semuanya. Belum sirna rasa terkejut itu, riuh rendah orang berteriak, “Air, air..., air datang!“ Kita selanjutnya menyaksikan ribuan mayat bergelimpangan, berbagai

PETAKA KUASA DUSTA

”Jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu-bapak dan kaum kerabatmu...Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (TQS An Nisaa: 135). Ini kisah menurut La Fontaine dalam Fables et Epitres. Dunia margasatwa diserang wabah penyakit. Diduga wabah itu merupakan azab Tuhan karena kejahatan penghuni dunia itu. Baginda Singa, tokoh nomor satu di kerajaan rimba, dengan memelas mengakui, ”Akulah penyebab segala bencana ini. Pekerjaanku memakan warga yang lemah seperti domba dan kambing.” Serigala membantah. ”Bukan demikian, Baginda tidak salah.” Yang dilakukan singa adalah implikasi dari kekuasaan. Memakan warga adalah bagian resiko yang harus diambil dari kebijakan yang dibuat pemimpin. Seorang demi seorang dari pembesar margasatwa bergilir mengakui kesalahannya. Pengadilan selalu memutuskan mereka tak bersalah

“Robohnya Masjid Kami” [Kritik Memakmurkan Masjid]

“Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama Allah dalam masjid-masjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (masjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat.” (TQS Al Baqarah: 114) Masjid itu dindingnya dari tanah liat. Tiangnya batang kurma, lantainya pasir, dan atapnya pelepah kurma. Maka, di suatu hari kaum Anshar mengumpulkan harta dan mendatangi Rasulullah saw.. "Wahai Rasulullah, bangunlah masjid dan hiasilah seindah-indahnya dengan harta yang kami bawa ini. Sampai kapan kita harus salat di bawah pelepah kurma?" Rasulullah menjawab, "Aku ingin seperti saudaraku Nabi Musa, masjidku cukup seperti arisy (gubuk tempat berteduh) Nabi Musa a.s.” Dijelaskan oleh Hasan r.a. menjelaskan bahwa ukuran arisy Nabi Musa a.s. adalah bila Rasulullah saw. mengangkat tangannya maka atapnya akan tersentuh Hadits ya