Langsung ke konten utama

Unggul Bersama

”Lho, kok tersenyum sendiri Mas?,” tegur rekan, saat saya membaca buku 100 Tokoh Terkemuka Lampung. Tampaknya saya tak bisa menyembunyikan rasa sukacita dan kekaguman. Lampung ternyata banyak sekali melahirkan tokoh—dari berbagai latar belakang—dengan prestasi cemerlang.
Bukan hanya menjadi berita gembira, buku tersebut sepenuhnya inspiratif. Ia seperti memberi tahu dan menyadarkan kita tentang potensi besar dari keberadaan sosok unggulan yang dimiliki provinsi ini. Sebutlah, semisal di antaranya, Sulaiman Rasjid. Ia ternyata pelopor kodifikasi ilmu fikih di Indonesia. Ada Haji Bob Sadino yang (ternyata) berasal dari Tanjungkarang. Ia adalah pelopor agribisnis sayuran organik yang membuat produk pertanian ‘bermartabat’ di mal-mal besar. Ada juga Bustanul Arifin, profesor yang kerap menjadi rujukan pembangunan pertanian. Ada Sri Mulyani, yang Menteri Keuangan. Ada Abu Rizal Bakrie, sosok terkaya se-Asia Tenggara. Dan, masih banyak tokoh yang tak kalah besar prestasinya.
Begitulah, menyimak kisahnya, terbersit rasa bangga. Orang (dari) Lampung ternyata hebat. Ini tampak kontras dengan gelaran yang tak nyaman didengar, yang disematkan bagi daerah ini. Sebagai provinsi termiskin kedua se-Sumatera; atau daerah yang lama mengalami kemelut politik.
Apa yang salah? Agaknya kita masih menyimpan pekerjaan rumah. Keunggulan itu seperti masih menjadi prestasi pribadi. Belum menjadi cermin mayoritas. Atau barangkali, keunggulan itu malah membuat jarak. Merasa lebih dibanding yang lain, sampai muncul persaingan tak sehat. Seperti (maaf) dalam rivalitas politik.
Semoga puasa menghadirkan kesadaran. Bahwa kita masih punya kendala. Ada sekat psikologis yang musti dihilangkan. Keunggulan itu selayaknya mengalami transformasi menjadi semangat sepenanggungan. Lantas bahu membahu menjadi bagian penyelesaian (part of solution). Ada tradisi empati, pertautan hati, sampai kita peduli, merasa senasib dengan saudara kita yang lain. Sampai kemudian muncul pemaknaan, keunggulan adalah —sebagaimana sabda Nabi—karena kita banyak bermanfaat terhadap orang lain.
Seratus tokoh terkemuka itu adalah modal sosial yang luar biasa untuk membangun Lampung. Dulu Bung Karno merasa cukup dengan 10 pemuda untuk membuat Indonesia berjaya. Bukan hanya 10, di Lampung, kita punya 10 kali lipatnya. Cukup banyak alasan untuk menjadikan Lampung unggul dan sejahtera bersama.
”Ya Allah, lapangkan dada-dada kami. Satukan hati-hati kami. Marhaban Ramadan yang diberkahi.”
(Tulisan ini merupakan Arsip dari Kolom Relung, Lampung Post Edisi Ramadhan 1429 H)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pemimpin Ruhani (Asa dari Gaza)

Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. ( QS Al Ankabut: 69 ) Segala cara sudah ditempuh untuk membendung dakwah Muhammad. Semuanya tidak membuahkan hasil. Kepanikan kaum musyrikin Makkah mencapai puncaknya ketika keluarga besar Muhammad, Bani Hasyim dan Bani al-Muththalib, berkeras melindungi Muhammad. Mereka lalu berkumpul di kediaman Bani Kinanah dan bersumpah untuk tidak menikahi Bani Hasyim dan Bani Muththalib, tidak berjual beli dengan mereka, tidak berkumpul, berbaur, memasuki rumah ataupun berbicara dengan mereka hingga mereka menyerahkan Muhammad untuk dibunuh. Kesepakatan zalim itu mereka tulis dalam lembar perjanjian (shahifah) dan digantungkan di rongga Ka’bah. Pemboikotan itu berjalan 3 tahun. Stok makanan mereka habis. Sementara itu kaum musyrikin tidak membiarkan makanan apapun yang masuk ke Mekk...

Tragedi Ponari

S esungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka pasti Allah akan mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya adalah neraka. Tidak ada orang-orang zalim itu seorang penolong pun. (QS Al-Maidah: 72). Belum lepas dari ingatan dengan hebohnya Ryan Sang Penjagal, Jombang kembali menjadi perhatian. Puluhan ribu orang tumplek-blek , minta diobati oleh Ponari, anak yang dianggap memiliki batu sakti. Maka drama kolosal yang konyol itu berlangsung. Sembari digendong tangan kanan dicelupkan ke wadah air pasien yang antri, tangan kiri Ponari sibuk bermain game dari ponsel. “Ponari itu diberi kelebihan oleh Tuhan,” kata seorang wanita yang datang jauh dari Sidoarjo. Tokoh agama yang tak jelas aqidahnya, membolehkan datang ke tempat Ponari. Begitulah, tak sekadar konyol, ini menjadi drama memilukan. Empat nyawa melayang karena berdesak-desakan. Karena capek, Ponari dirawat di rumah sakit—bahkan ia tak mampu mengobati dirinya sendiri. Menyimak beritanya, saya dil...

Pemimpin sebagai Pelayan

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat . ( TQS An Nisa: 58 ). Di zaman khalifah Umar bin Khattab, pada tahun ke-17 Hijriyah pernah terjadi bencana kelaparan yang mengerikan. Penyebabnya, di seluruh semenanjung Arab (Hijaz) tidak turun hujan selama 9 bulan dan hujan abu dari gunung berapi. Tanah menjadi hitam gersang penuh abu dan mematikan segala tanaman di atasnya. Tahun tersebut dinamai “Tahun Abu” (Amar-Ramaadah). Hewan-hewan yang ada kurus kering, tetapi karena lapar mereka sembelih dengan rasa jijik saking begitu buruknya. Penduduk di pedalaman ramai-ramai mengungsi ke Madinah. Umar sendiri ikut mengurus makanan penduduk Madinah dan para pengungsi. Ia turut mengolah roti dengan zaitun untuk dijadikan roti kuah. S...