Langsung ke konten utama

Berbagi Sembari Belanja

Ingatan tentang tragedi Pasuruan terasa masih menimbulkan keprihatinan mendalam. Niat baik tanpa diiringi cara yang benar bisa mengundang petaka. Selayaknya, ini menjadi pelajaran bersama. Uluran tangan membantu, bisa malah mengundang pilu. Memberi santunan dengan harapan mengurangi kesenjangan, sejatinya bisa malah melestarikan kemiskinan. Tidak cukup niat baik. Kita perlu panduan–dari Alquran dan Sunnah Nabi—seraya mengasah kejelian berdasar pengalaman.

Semoga Allah memberkahi keluarga Samsuri. Sahabat saya ini memberi pelajaran penting tentang cara berbagi—sebagaimana ia perlihatkan beberapa waktu yang lalu. Di jalan, di bilangan Rawa Laut, Bandar Lampung ia bertemu penjual opak (penganan kerupuk dari singkong). Ia dan isteri menyempatkan diri beramah-tamah dengan penjaja renta itu. Ia jadi tahu, penjaja opak itu telah mendorong sepeda tuanya puluhan kilometer dari Jati Agung, Lampung Selatan.

Isterinya timbul iba seraya mengutarakan niat memberi uang begitu saja kepada Bapak penjual opak. Tapi Samsuri mencegahnya. Ia lantas bertanya dan didapati harga Rp 1500 per-ikat. Ia beli satu dengan menyodorkan Rp 10 ribu, tapi menolak kembalian. ”Terima kasih Den,” ujar Bapak penjaja opak dengan mata berbinar. Jerih payahnya, kesahajaannya berusaha tanpa menengadahkan tangan, tampak layak mendapat penghargaan. ”Saya tidak ingin melestarikan mentalitas peminta. Perlu ada usaha memberikan dorongan lebih kepada yang mau berusaha,” tutur Samsuri berargumen.

Samsuri benar. Ia mengajarkan kepada kita tentang cara sederhana memberi, agar kemiskinan itu tak makin lestari. Argumentasi Samsuri secara empirik sebenarnya juga menjadi model dalam pemberdayaan masyarakat (community empowerment).

Semoga ’ruh’ pemberdayaan ekonomi ini tertular ke banyak orang. Banyak yang berbelanja ala Samsuri. Dewasa ini, supermarket dan toko waralaba berjamur dimana-mana. Didukung jaringan dan dana besar, mereka mampu menawarkan harga rendah ke konsumen. Akibatnya, banyak toko kecil kalah bersaing dan bangkrut—padahal disinilah banyak bersandar nasib keluarga beserta putera-puterinya. Negeri ini masih lemah mengatur masalah ini. Padahal di negeri maju sekalipun, ada regulasi ketat yang mengatur keberadaan supermarket agar tak merusak pasar rakyat.

Usah banyak berharap kepada regulasi. Saat ini, perlu ada gerakan kolektif menggerakkan siklus ekonomi umat. Enyahkan gengsi (prestise), niatkan belanja kita dengan ideologi: mencukupi kebutuhan sembari memberi pertolongan. Biasakan belanja di warung kecil dan pasar rakyat. Bisa jadi sedikit mahal. Tapi, insya Allah, pahalanya berlipat. Karena kita berupaya berupaya agar umat tak tambah melarat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ramadhan: Saatnya Hijrah

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (TQS Ar Ruum: 30). Ini kabar gembira dari istana Cankaya, Istambul, Turki. Selasa (28/8) Abdullah Gul dilantik menjadi presiden ke-11 Turki. Istimewanya, ia didampingi oleh isteri yang berjilbab. Hayrunnisa Gul adalah Ibu Negara Turki pertama yang memakai jilbab. “Jilbab hanya menutupi kepala, bukan otak saya,” tegas ibu yang dikenal cerdas, berpenampilan hangat, elegan, dan menghindari sorotan media massa ini (Republika, 29/8). Jilbab memang sempat menjadi alasan untuk menjegal pencalonan Abdullah Gul. Turki, negara sekuler (memisahkan agama dalam pemerintahan) yang dibentuk Kemal Ataturk ini secara resmi memang masih melarang jilbab dipakai di instansi pemerintah. Kaum sekuler menilai jilbab tak patut menghiasi Istana Cankaya yang diangga...

Pemimpin Ruhani (Asa dari Gaza)

Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. ( QS Al Ankabut: 69 ) Segala cara sudah ditempuh untuk membendung dakwah Muhammad. Semuanya tidak membuahkan hasil. Kepanikan kaum musyrikin Makkah mencapai puncaknya ketika keluarga besar Muhammad, Bani Hasyim dan Bani al-Muththalib, berkeras melindungi Muhammad. Mereka lalu berkumpul di kediaman Bani Kinanah dan bersumpah untuk tidak menikahi Bani Hasyim dan Bani Muththalib, tidak berjual beli dengan mereka, tidak berkumpul, berbaur, memasuki rumah ataupun berbicara dengan mereka hingga mereka menyerahkan Muhammad untuk dibunuh. Kesepakatan zalim itu mereka tulis dalam lembar perjanjian (shahifah) dan digantungkan di rongga Ka’bah. Pemboikotan itu berjalan 3 tahun. Stok makanan mereka habis. Sementara itu kaum musyrikin tidak membiarkan makanan apapun yang masuk ke Mekk...

Kapan Kita Berhenti Merokok? (Haramnya Rokok)

Dan janganlah kamu membinasakan diri kamu sendiri; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. ( TQS An Nisa’: 29 ) Hadir dalam acara syukuran haji tetangga, saya mendengar kisah menarik tentang ”razia” di Masjid Nabawi, Madinah. Di pintu masuk ke masjid, ada para penjaga yang mengawasi datangnya jamaah. Bila mendapati jamaah yang merokok, mereka menegur keras, ”Haram, haram!” seraya merampas rokok. Jauh hari sebelum fatwa MUI, ulama di Arab Saudi telah menetapkan haramnya rokok. Ketetapan tersebut ditindaklanjuti, salah satunya, dengan pelarangan di masjid. Jumhur ulama di berbagai negara di Timur Tengah, juga Malaysia dan Brunei Darussalam; telah memfatwakan keharaman rokok. Cepat atau lambat—kebetulan, Indonesia termasuk yang terlambat—rokok akan menjadi masalah yang menjadi perhatian penting para ulama. Menurut Ahmad Sarwat (pengelola rubrik konsultasi syariah situs eramuslim.com), awalnya memang belum ada ulama yang mengharamkan rokok, kecuali hanya memakruhkan. Namun das...