’Makan kenyang’ itu tidak terasa nikmat, bila tidak pernah merasa lapar. Seseorang yang sehari-harinya makan daging, tidak akan merasa bahwa itu menu istimewa. Berbeda dengan mereka yang makan sehari-hari dengan lauk tempe, akan terasa nikmatnya daging.
Rasa nikmat itulah yang kemudian membuat seseorang mudah bersyukur. Karena itulah, Rasulullah menampik kala ditawari Allah menjadikan lembah Mekah seluruhnya emas. ”Jangan ya Allah, aku hanya ingin satu hari kenyang dan satu hari lapar. Apabila aku lapar aku akan memohon dan ingat kepada-Mu dan bila kenyang aku akan bertahmid dan bersyukur kepada-Mu.” Jawaban Rasulullah menjadi teladan kita untuk hidup zuhud/ bersahaja.
Pilihan untuk hidup zuhud itu relevan sampai sekarang. Menurut Steve Jobs, pemilik raksasa perusahaan Apple Computer, ini adalah pilihan menjaga produktivitas. ”Tetaplah lapar. Tetaplah bodoh,” pesannya dalam sebuah acara wisuda. Orang lapar adalah orang yang paling mampu mensyukuri arti sesuap nasi. Orang lapar tahan banting. Orang lapar akan berusaha dengan segenap kemampuannya meraih hidup yang lebih baik. Setali tiga uang dengan orang (yang merasa) bodoh. Orang bodoh tidak punya prasangka. Orang bodoh terbuka terhadap hal-hal baru. Orang yang senantiasa merasa dirinya bodoh tidak akan berhenti belajar. Ia menjadi pemburu ilmu yang tangguh.
Dalam sejarah, kita menemukan orang-orang yang produktif malah ketika dihadapkan pada deraan kesulitan dan kelaparan. Menghabiskan separuh hidupnya di penjara, Imam Ibnu Taimiyah menghasilkan karya besar, Majmu Fatawa. Ketika penguasa Mesir menjebloskan Sayid Qutb ke sel tahanan, ia malah bisa menuntaskan buku tafsirnya, Fi Dzilalil Quran. Penjara di era Orde Lama malah membuat Hamka bisa menulis leluasa Tafsir Al Azhar.
Pentingnya ”terapi lapar” rasanya penting kita hayati di pekan terakhir Ramadan ini. Semata-mata untuk menjaga produktivitas. Agar sumber nikmat dan kebahagiaan sejati itu senantiasa terjaga, kita perlu merasa lapar tak hanya di Ramadan. Inilah hikmah dari perkataan Nabi, “Barang siapa shaum di Ramadan, kemudian diikuti dengan shaum enam hari saat Syawal, seolah-olah ia berpuasa sepanjang masa."
Komentar