Langsung ke konten utama

Kesulitan dan Datangnya Pertolongan

"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka ternyata mendustakan ayat-ayat kami, maka kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan"
(QS Al A’raaf 96)

Saat itu, suasana di Madinah begitu mencekam. Hari-hari terasa lamban berjalan. Telah lima tahun Rasulullah dan kaum Muslimin tinggal di kota tersebut. Selama masa itu telah banyak kesulitan besar terjadi. Ada harapan besar tentang keadaan yang lebih baik di Medinah, saat dahulu mereka hijrah dari Mekkah. Tapi rongrongan dari kaum kafir di Madinah terus menerus terjadi. Sampai kemudian, hari itu kaum Muslimin menghadapi peristiwa paling sulit dan genting sepanjang sejarah perjuangan mereka di Madinah. Menghadapi saat-saat menegangkan ketika pasukan kafir Quraisy dan Yahudi mengepung dari segala penjuru.
Permasalahan utama muncul dari Yahudi Bani Nadhir. Para pembesarnya begitu antusias membakar semangat orang-orang kafir Quraisy, mengajak mereka menumpas kau Muslimin. Tidak hanya itu, Bani Nadhir juga menghasut dan mengajak Yahudi Bani Ghathafan, Bani Fuzarah, dan Bani Murrah yang memang telah mempunyai dendam kesumat dengan kaum Muslimin. Dalam pada itu, tiba-tiba Yahudi Bani Quraidhah yang telah terikat perjanjian dengan Rasulullah dan kaum muslimin juga mengkhianati. Keguncanganpun datang berlapis-lapis.
Dengan usulan Salman Al-Farisi, kaum Muslimin menggali parit. Mereka bahu membahu bekerja keras. Rasulullah pun turut serta dalam penggalian, sampai-sampai diriwayatkan dari Barra ra, bulu dada beliau yang berbulu lebat tidak kelihatan karena tebalnya tanah yang melumurinya (HR Bukhari). Siang malam secara bergiliran mereka menggali parit. Tetapi suasana menakutkan tak serta merta hilang. Apalagi orang-orang munafik di dalam kota Madinah tidak mau turut bekerja. Kaum Muslimin tak bisa ke mana-mana. Segalanya begitu sulit dan menakutkan.
Buku-buku sirah menulis panjang lebar tentang perang yang dikenal dengan perang Ahzab (sekutu), atau perang Khandaq (parit) itu. Allah menggambarkan betapa dahsyatnya goncangan yang terjadi saat itu, seperti dalam firman-Nya, “(Yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak tetap lagi penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak sampai ke tengorokan, dan kau menyangka terhadap Allah dengan bermacam prasangka.” (QS Al Ahzab: 10).
Hingga ketika segalanya mencapai puncaknya, Allah menurunkan karunia dan pertolongannya. Para tentara sekutu itu diobrak-abrik oleh Allah melalui tentara-Nya di bumi. Dikirimkan-Nya angin topan yang dahsyat dan malaikat. Allah SWT mengingatkan hal ini firman-Nya, ”Hai orang-orang yang beriman, ingatlah akan nikmat Allah (yang telah dikaruniakan kepadamu ketika datang kepadamu tentara-tentara, lalu Kami kirimkan kepada mereka angin topan dan tentara yang tidak dapat kamu melihatnya. Dan adalah Allah Maha Melihat akan apa yang kamu kerjakan.” (QS Al Ahzab:9).
Begitulah. Akhirnya Rasulullah dan orang-orang beriman diselamatkan oleh Allah.
Banyak pelajaran penting dari perang Ahzab. Satu di antaranya adalah karunia Allah yang tidak terbatas. Bahwa kesulitan yang bertubi-tubi tidak selalu berakhir tragis. Ada pertolongan Allah yang bisa jadi tidak disangka-sangka datang-Nya. Seperti angin dan pasir yang menghancurkan tentara sekutu kafir itu, seperti itu pula dalam hidup ini, ada banyak tentara Allah yang yang bertebaran di muka bumi. Bila Allah berkehendak, mereka bisa diperintahkan menolong kaum Muslimin. Dan konteksnya tidak selalu dalam medan jihad perang. Tetapi bisa saja dalam lingkup kejadian sehari-hari.
Banyak rahasia hidup yang tidak kita ketahui. Karenanya, kepada Allah sajalah kita berharap karunia. Kita memang boleh berhitung, tentang apa saja. Juga tentang hidup kita yang berliku-liku ini. Tetapi, hidup tak selamanya berjalan dalam hitungan matematis. Ada ruang lain yang harus kita yakini, kekuasaan Allah. Itulah ruang lain itu. Kita semua adalah hamba Allah Yang Maha Kuasa. Karenanya kita perlu pada kekuatan, pertolongan dan dukungan Allah. Tidak ada yang bisa hidup tanpa pertolongan Allah. Allah SWT berfirman, “Jika Allah menolong kamu, maka tak ada orang yang dapat mengalahkan kamu. Dan jika Alah membiarkan kamu (tidak memberikan pertolongan), maka siapakah yang dapat menolong kamu (selain dari Allah) sesudah itu? Karena itu, hendaklah kepada Allah sajalah orang-orang mukmin bertawakal.” (QS Ali Imran: 160).

Kesulitan Kita Saat Ini

Kisah Perang Ahzab, mempunyai banyak hikmah dan pelajaran saat kita hubungkan dengan kehidupan bangsa kita saat ini. Telah berbilang tahun gaung perubahan terdengar membahana untuk memperbaiki tata pemerintahan dan bernegara. Keinginan mengatasi kesulitan ekonomi dan perbaikan hidup adalah hal yang memacu perubahan itu. Pemilu pun digelar, yang kemudian menghasilkan pemimpin yang baru. Ada harapan besar, bergantinya kepala pemerintahan akan mengantarkan kita pada kehidupan yang lebih baik. Sampai hari ini, ternyata perbaikan yang diharapkan itu urung terjadi. Bergantinya hari seperti malah menghadirkan masalah yang bertubi-tubi, seperti kenaikan BBM (bahan bakar minyak) belakangan ini. Kesulitan ekonomi yang belum kunjung usai harus diperberat lagi dengan imbas kenaikan BBM, seperti kenaikan tarif angkutan serta kebutuhan hidup yang lain.
Selanjutnya, imbas kenaikan BBM bukan sekedar kesulitan ekonomi, tapi berkembang menjadi permasalahan sosial yang pelik. Cermatilah hal berikut ini: cekcok antara penumpang dan sopir yang menaikkan tarif sembarangan, atau pertikaian sebagian anggota dewan yang tak mencerminkan keteladanan, sampai bertambah tingginya peristiwa kriminal yang diliput media massa. Perampokan, perkosaan, serta pencurian dengan kekerasan, adalah menu keseharian di media cetak dan elektronik, yang bertambah intensitasnya dari hari ke hari. Rasa aman merupakan barang amat mahal, di antara kebutuhan materi yang lain.
Maka, berawal dari ‘sekedar’ kenaikan BBM, kita selanjutnya melihat parade kerusakan moral yang menyesakkan. Hal itu mewabah di semua lapisan. Dari orang kecil di pinggir jalan sampai para wakil rakyat di gedung dewan.
Di tengah berbagai keprihatinan tersebut, alam nampak juga tidak ramah kepada kita. Berbagai bencana alam susul-menyusul terjadi. Setelah sebelumnya gempa bumi terjadi di Alor dan Nabire, akhir tahun lalu gempa bumi dahsyat dan tsunami terjadi di Aceh yang menelan ratusan ribu korban jiwa serta meluluhlantakkan berbagai bangunan. Belum reda kesedihan tersebut, banjir terjadi di berbagai daerah. Tanah longsor yang menelan puluhan jiwa terjadi di Bandung. Sampai kemudian, akhir Maret lalu bencana dahsyat itu terjadi lagi. Gempa berkekuatan 8,7 skala richter meluluhlantakkan Pulau Nias dan Simeuleu (Sumatera Utara dan Aceh) menelan ribuan korban jiwa dan membuat berbagai bangunan rata dengan tanah.
Berbagai musibah besar dan kesulitan tersebut, sering menghasilkan pertanyaan, kapan hal itu akan berakhir? Dan saat mencernanya lebih jauh, bayangan burukpun muncul. Masalahnya nampak rumit bagi kita dan barangkali hanya menyisakan putus asa. Kita merasa butuh waktu lama menyelesaikannya, atau bahkan kita berpikir kesulitan tersebut tidak akan dapat berakhir. Akan terjadi susul-menyusul bencana alam dan bencana sosial yang lain. Bayangan buruk seperti ini nampak jamak dimiliki setiap orang.
Maka di sinilah keimanan kita mempunyai peran penting. Bagaimana kita tetap mampu berbaik sangka kepada Allah dan memahami bahwa kesulitan itu akan berpenghujung. Atau yang paling penting, memetik pelajaran (hikmah) dari setiap kejadian yang ada dan bersikap benar menghadapi kesulitan.

Jalan Menuju Perbaikan

Kesulitan dan musibah, dalam berbagai bentuknya, pasti kita alami. Saat ini atau yang akan datang. Sendiri atau bersama-sama. Untuk satu daerah atau seluruh negeri. Semuanya hanya perkara waktu. Beberapa hal berikut ini selayaknya diperhatikan sebagai bahan renungan dan ibrah (pelajaran) manakala kesulitan tersebut menghampiri kita.
Pertama, Allah sengaja menjadikan musibah dan kesulitan tersebut sebagai peringatan bagi kita agar berubah. Bisa jadi, kita lalai di sini. Berbagai karunia dan keindahan alam di negeri ini selayaknya menjadi bahan renungan untuk disyukuri dan menjadi sarana mendekatkan diri kepada Allah. Kita abai terhadap lingkungan alam sekitar. Kita tidak men-tadabburi-nya untuk meningkatkan amal ibadah. Dan dalam banyak hal, kita malah merusak alam. Sepertinya kita mempunyai cara belajar dengan tidak menganut metodologi learning by doing, melainkan learning by accident. Kita tidak menyempatkan diri untuk senantiasa belajar dari setiap aktivitas kita, tetapi baru belajar dan sadar ketika ada musibah (accident) yang menimpa. Tentunya ini pelajaran yang amat mahal. Tetapi itulah harga yang harus dibayar dan sunnatullah atas kelalaian kita, agar kembali ke jalan yang benar.
Maka, musibah yang terjadi harus semata-mata kita pahami muncul dan disebabkan oleh kelalaian kita. Hal ini seperti dinyatakan dalam firman Allah, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang bena.,” (QS Ar Rum: 41).
Kedua, kesulitan itu dibuat untuk menguji keimanan kita. Keimanan kita layaknya siswa yang belajar di sekolah. Untuk menilai sejauhmana pengetahuan dikuasai seorang siswa, ada tes ulangan yang dilakukan. Seorang guru seringkali memerlukan berbagai bentuk tes agar pelajaran itu benar-benar dikuasai siswa. Allah juga memerlukan berbagai wasilah (sarana) untuk menguji hamba-Nya, siapa yang benar-benar bertakwa, masih setengah-setengah, atau malah sekedar dusta. Ada berbagai cara yang dijadikan Allah untuk menguji keimanan kita. Maka kesulitan yang kita alami harus dimaknai dalam bingkai ini: ujian Allah untuk mengokohkan keimanan kita.
“Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan saja mengatakan dirinya beriman sedang mereka tidak diuji? Dan sungguh Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang yang berdusta.” (QS Al Ankabut: 2-3). “ Dan pasti, Kami akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta benda, jiwa, dan buah-buahan...” (QS Al Baqarah: 155)
Ketiga, pastikan kita tetap optimis melihat masa depan. Di Perang Khandaq, ketika kaum Muslimin tidak menemukan makan lagi selama tiga hari, penggalian parit menghadapi kesulitan memecahkan bungkahan pasir yang keras. Sampai kemudian Nabi SAW dengan batu melilit di perutnya karena menahan lapar, turun tangan sendiri memecahkan batu tersebut. “Dari percikan api tadi, saya melihat kunci negeri Persia, Rumawi, dan Yaman.” Nabi memberitakan kabar gembira tersebut di tengah kesulitan kaum Muslimin menghadapi kaum kafir yang menyerang dari segala penjuru. Kata-kata tersebut adalah ungkapan optimisme itu. Kesulitan yang kita dapati di suatu waktu, tidak selayaknya menghilangkan harapan tentang masa depan yang lebih baik.
Keempat, cobaan itu pasti sesuai dengan kadar kemampuan kita. Tidak selayaknya kita mengatakan bahwa ujian yang kita terima merupakan hal yang sangat sulit sehingga kita tidak mampu menanggungnya. Ada kadar yang proporsional. Tidak ada alasan untuk terus berkeluh kesah, kecuali kalau kita memang zalim pada diri sendiri dan merelakan diri dikuasai nafsu. Seperti tersebut dalam Al Qur’an “Allah tidak membebani suatu kaum kecuali sesuai dengan kadar kesanggupannya.” (QS Al Baqarah: 286).
Kelima, kita hanya perlu memastikan semuanya kita lalui dengan kesabaran. Bisa jadi, kesulitan itu menjadi berlarut-larut. Perjuangan melawan kesulitan itu bisa jadi tidak bertemu kesudahannya. Saat kesulitan itu mendera kita, serahkan semuanya kepada Allah Ta’ala. Inilah makna dari penyikapan khusnul khatimah (pengakhiran yang baik). Karena Allah hanya menilai pada kondisi kejiwaan seperti ini, bagaimana kita bersabar saat menempuh kesulitan, atau bersyukur saat mendapatkan kemudahan. Karena ujian juga dapat berupa kemudahan-kemudahan yang kita peroleh, yang membuat kita lalai untuk tidak bersyukur. Kesabaran saat mendapatkan musibah, itulah kemenangan dan keberuntungan yang sebenarnya. “…dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan ‘Innalillaahi wainnaa-ilaihi raajiun’ (sesungguhnya kami hanya milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali). Mereka itulah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS Al Baqarah: 155-157)
Keenam, keberuntungan hakiki itu di sini, di akherat. Bisa jadi, kita tidak dapat memetik hasil dari perjuangan menghadapi kesulitan tersebut. Kita malah menjadi tumbal/martir dari perjuangan yang kita lakukan. Pastikanlah pada diri kita, ada prioritas yang kita buat untuk menikmati hasil perjuangan. Boleh saja kita memetik buah perjuangan tersebut saat di dunia ini. Tapi, tentu saja di dunia terbatas dan sementara waktunya. Maka, pilihlah waktu untuk memetik buah perjuangan itu nanti, di negeri akherat yang kekal abadi.***
[Tulisan ini merupakan arsip dari tulisan yang telah dipublikasikan di Buletin Sajada, Lembaga Amil Zakat Lampung Peduli, sejak 2005]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ramadhan: Saatnya Hijrah

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (TQS Ar Ruum: 30). Ini kabar gembira dari istana Cankaya, Istambul, Turki. Selasa (28/8) Abdullah Gul dilantik menjadi presiden ke-11 Turki. Istimewanya, ia didampingi oleh isteri yang berjilbab. Hayrunnisa Gul adalah Ibu Negara Turki pertama yang memakai jilbab. “Jilbab hanya menutupi kepala, bukan otak saya,” tegas ibu yang dikenal cerdas, berpenampilan hangat, elegan, dan menghindari sorotan media massa ini (Republika, 29/8). Jilbab memang sempat menjadi alasan untuk menjegal pencalonan Abdullah Gul. Turki, negara sekuler (memisahkan agama dalam pemerintahan) yang dibentuk Kemal Ataturk ini secara resmi memang masih melarang jilbab dipakai di instansi pemerintah. Kaum sekuler menilai jilbab tak patut menghiasi Istana Cankaya yang diangga...

Pemimpin Ruhani (Asa dari Gaza)

Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. ( QS Al Ankabut: 69 ) Segala cara sudah ditempuh untuk membendung dakwah Muhammad. Semuanya tidak membuahkan hasil. Kepanikan kaum musyrikin Makkah mencapai puncaknya ketika keluarga besar Muhammad, Bani Hasyim dan Bani al-Muththalib, berkeras melindungi Muhammad. Mereka lalu berkumpul di kediaman Bani Kinanah dan bersumpah untuk tidak menikahi Bani Hasyim dan Bani Muththalib, tidak berjual beli dengan mereka, tidak berkumpul, berbaur, memasuki rumah ataupun berbicara dengan mereka hingga mereka menyerahkan Muhammad untuk dibunuh. Kesepakatan zalim itu mereka tulis dalam lembar perjanjian (shahifah) dan digantungkan di rongga Ka’bah. Pemboikotan itu berjalan 3 tahun. Stok makanan mereka habis. Sementara itu kaum musyrikin tidak membiarkan makanan apapun yang masuk ke Mekk...

Kapan Kita Berhenti Merokok? (Haramnya Rokok)

Dan janganlah kamu membinasakan diri kamu sendiri; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. ( TQS An Nisa’: 29 ) Hadir dalam acara syukuran haji tetangga, saya mendengar kisah menarik tentang ”razia” di Masjid Nabawi, Madinah. Di pintu masuk ke masjid, ada para penjaga yang mengawasi datangnya jamaah. Bila mendapati jamaah yang merokok, mereka menegur keras, ”Haram, haram!” seraya merampas rokok. Jauh hari sebelum fatwa MUI, ulama di Arab Saudi telah menetapkan haramnya rokok. Ketetapan tersebut ditindaklanjuti, salah satunya, dengan pelarangan di masjid. Jumhur ulama di berbagai negara di Timur Tengah, juga Malaysia dan Brunei Darussalam; telah memfatwakan keharaman rokok. Cepat atau lambat—kebetulan, Indonesia termasuk yang terlambat—rokok akan menjadi masalah yang menjadi perhatian penting para ulama. Menurut Ahmad Sarwat (pengelola rubrik konsultasi syariah situs eramuslim.com), awalnya memang belum ada ulama yang mengharamkan rokok, kecuali hanya memakruhkan. Namun das...