Langsung ke konten utama

Ramadhan: Saatnya Hijrah

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”
(TQS Ar Ruum: 30).

Ini kabar gembira dari istana Cankaya, Istambul, Turki. Selasa (28/8) Abdullah Gul dilantik menjadi presiden ke-11 Turki. Istimewanya, ia didampingi oleh isteri yang berjilbab. Hayrunnisa Gul adalah Ibu Negara Turki pertama yang memakai jilbab. “Jilbab hanya menutupi kepala, bukan otak saya,” tegas ibu yang dikenal cerdas, berpenampilan hangat, elegan, dan menghindari sorotan media massa ini (Republika, 29/8).
Jilbab memang sempat menjadi alasan untuk menjegal pencalonan Abdullah Gul. Turki, negara sekuler (memisahkan agama dalam pemerintahan) yang dibentuk Kemal Ataturk ini secara resmi memang masih melarang jilbab dipakai di instansi pemerintah. Kaum sekuler menilai jilbab tak patut menghiasi Istana Cankaya yang dianggap sebagai simbol dan benteng sekulerisme Turki. Penjegalan itu membuat parlemen gagal memilih presiden baru dalam tiga putaran. Sampai kemudian, diadakan pemilu legislatif lagi Juli lalu yang mengunggulkan kubu Gul dengan telak. Kemenangan AKP (partai Islam, pendukung Gul) hampir di atas 47% jumlah suara. Sementara, Partai Republik Rakyat yang sekuler hanya mendapat 21% sedang Partai Aksi Nasionalis yang berhaluan kanan menggaet 14%. Akhirnya, Abdullah Gul menjadi presiden bersanding dengan Perdana Menteri Racep Tayeb Erdogan yang sama-sama tokoh Islam. Rakyat Turki bersuka cita. Pelaku pasar Eropa pun menanggapi positif.

Kembali Ke Fitrah
Saat ini, kita menyaksikan negara Turki yang semakin Islami. Ini adalah capaian amat besar—sampai-sampai situs berita detik.com menyebutnya revolusi—yang akan mengubah sejarah Turki, bahkan dunia Islam. Umat Islam pernah lama mengingat Turki dengan ratapan kesedihan, karena disanalah terakhir kekhilafahan Islam berdiri. Islam pernah dianggap sebagai beban untuk maju. Di zaman Kemal Ataturk, pemisahan agama dalam kehidupan bermasyarakat begitu keras. Berbagai simbol-simbol Islam dilarang, tak boleh ada jilbab, tak ada pelajaran agama di sekolah, sampai-sampai lafal azan diganti dengan bahasa Turki. Namun, 80 tahun berselang, sekulerisme ternyata tak memberi dampak positif apapun. Rakyat muak dengan perilaku kaum sekuleris. Lewat keteladanan para tokoh Islam mereka secara mayoritas menginginkan negeri yang lebih Islami. Demokrasi, yang awalnya dibuat untuk memecah belah umat Islam, dijadikan sarana untuk menampilkan Islam secara santun dan elegan. Demokrasi malah menjadi bumerang bagi kaum sekuleris.
Turki adalah salah satu fakta, di antara banyaknya fakta yang lain, tentang keinginan sebagian besar manusia untuk kembali ke pangkuan Islam di abad modern. Bisa jadi, kita menilai bahwa budaya materi yang terjadi saat ini telah membuat banyak orang jauh dari nilai agama. Tetapi, saat ini kita menemukan fakta bahwa semakin banyak saja orang yang taat menjalankan agama. Sebagai contoh, jilbab yang dikenakan para muslimah. Rasanya, amat mudah saat ini kita menemukan pemakai jillbab di tempat-tempat umum. Bandingkan kesan tentang pemakai jilbab pada 10 atau 20 tahun yang lalu. Pasti akan jauh berbeda. Jilbab bukan barang asing lagi. Di kampus, para mahasiswi juga tampak semakin banyak yang mengenakan jilbab rapi dengan penuh percaya diri.
Islamisasi itu bukan hanya terkait dengan ibadah ritual. Masalah ekonomi yang punya kaitan erat dengan kehidupan modern, juga turut terpengaruh. Misalnya keberadaan bank syariah, yang sekarang semakin banyak berdiri dan tumbuh subur. Banyak yang kemudian menyadari bahwa Islam ternyata mempunyai konsep ekonomi yang adil dan progresif.
Fenomena untuk berada di pangkuan Islam itu bukan hanya terjadi di negeri Muslim. Negara-negara Barat secara nyata juga memperlihatkan fenomena serupa. Kita mungkin khawatir bahwa Islam punya citra buruk terkait isu terorisme. Tetapi yang terjadi, semakin banyak warga Barat yang memeluk Islam. Berbagai Islamic Center di Amerika Serikat malah kebanjiran mualaf pasca-pengeboman gedung WTC, 2001. Tuduhan terorisme yang mengakibatkan rasa penasaran warga USA dan Eropa, malah mengantarkan mereka untuk mengetahui Islam lebih mendalam, yang berujung pada beralihnya mereka untuk memeluk Islam. Dalam berbagai unit kesatuan militer Amerika, amat mudah kita temukan anggotanya yang beragama Islam. Di banyak negeri di Eropa, umat Islam mempunyai peringkat kedua sebagai agama dengan pemeluk terbanyak. Bahkan di Inggris, pengaruh Islam terlihat dalam pemberian nama bayi laki-laki. Sepanjang tahun 2006, nama ”Muhammad” bertengger pada urutan kedua sebagai nama yang paling banyak dipakai. Hal itu mengalahkan popularitas nama ’Thomas,” ”Joshua,” dan ”Oliver,” serta hanya selisih tipis dengan nama ”Jack.” Padahal, pada tahun 2000 nama Muhammad baru masuk 30 besar nama terpopuler di Inggris. Hal ini menunjukkan masyarakat Inggris telah begitu akrab dengan Islam.
”Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.” (TQS An Nashr: 1-3)

Energi Berubah
Beberapa fakta tersebut di atas penting diulas untuk menambah optimisme kita. Siapa yang sungguh-sungguh menjalankan Islam akan mendapat buah manis. Bukan hanya di akherat nanti, tetapi ketika kita masih hidup di dunia. Seperti kesungguhan para tokoh Islam Tuki yang diungkapkan di atas. Saat ini Turki tumbuh pesat dengan tingkat kesejahteraan rakyat yang semakin baik.
Hari ini kita memang perlu energi lebih untuk menghadirkan penyelesaian di negeri ini. Indonesia rasanya tak beranjak selesai mengatasi kesulitan. Amat banyak PR tentang masalah kemiskinan, pengangguran, kejahatan moral, dan ancaman rusaknya generasi penerus, yang perlu penyelesaian terpadu. Kadangkala muncul rasa gamang, darimana memulai langkah, menyelesaikan masalah rumit tersebut. Jawaban itu sesungguhnya ada dalam Islam. Sudah banyak contoh di dunia modern yang membuktikan hal ini. Banyak tesis dan paper para ahli yang telah menjabarkan prinsip-prinsip Islam secara praktis. Masalahnya tinggal pada keinginan kuat dan keteguhan (konsistensi) pada setiap orang untuk menjalankannya.
Ramadhan adalah saat yang tepat untuk meneguhkan proses perbaikan itu. Inilah saat yang tepat untuk melakukan aksi nyata, seraya bermohon kepada Allah agar diberi keistiqamahan untuk menjalaninya. Ya. Seringkali masalah itu timbul bukan karena kita tidak tahu penyelesaiannya. Tetapi hawa nafsu yang tidak kita kendalikan. Tahu tetapi tidak sampai berbuah laku. Atau laku yang hanya setengah hati lalu putus di tengah jalan. Ini seperti perilaku sebagian besar penghisap rokok. Mereka tahu rokok amat merugikan kesehatan. Para ulama pun telah banyak yang memberi fatwa haram. Namun, tarikan kenikmatan dan gengsi (prestise) membuat mereka tetap merokok dan mengabaikan efek buruk rokok. Ini juga seperti perilaku korupsi di negeri ini. Mereka tahu efek buruk korupsi. Tetapi tarikan nafsu untuk memperkaya diri sendiri membuat mereka mengabaikan kesengsaraan banyak orang yang dirampas haknya.
Ramadhan adalah saat yang tepat untuk hijrah. Pindah dari kebiasaan jahili menuju kebiasaan Islami. Di sini kita bisa lebih mengalahkan tarikan hawa nafsu. Bahkan, kita mampu melakukan sesuatu yang mungkin tidak terbayangkan sebelumnya. Kita mampu menahan lapar, berpuasa setiap hari, selama sebulan penuh! Bayangkan, sebelumnya, sekadar puasa senin-kamis saja amat sulit kita lakukan. Yakinlah, kita sesungguhnya mampu mengukir prestasi besar. Kita mampu hijrah mewujudkan kehidupan yang lebih baik.***

[Tulisan ini merupakan arsip dari tulisan yang telah dipublikasikan di Buletin Sajada, Lembaga Amil Zakat Lampung Peduli, 2007]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Saat Bencana Tak Menyadarkan Kita

“Belumkah datang kepada mereka berita penting tentang orang-orang yang sebelum mereka, (yaitu) kaum Nuh, 'Aad, Tsamud, kaum Ibrahim, penduduk Madyan dan negeri-negeri yang telah musnah? Telah datang kepada mereka rasul-rasul dengan membawa keterangan yang nyata, maka Allah tidaklah sekali-kali menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (QS At Taubah: 70) Selayaknya, hari itu adalah waktu libur yang menyenangkan. Pesisir pantai Aceh punya pesona menarik sebagaimana pantai lainnya di pesisir Samudera Indonesia. Pagi yang cerah. Menawarkan selera untuk bercengkerama dengan keluarga, sembari menikmati indahnya panorama pantai. Namun, malang tak dapat ditolak untung tak dapat diraih. Semuanya berubah menjadi peristiwa yang memilukan. Tiba-tiba bumi berguncang dahsyat, gempa mengundang panik semuanya. Belum sirna rasa terkejut itu, riuh rendah orang berteriak, “Air, air..., air datang!“ Kita selanjutnya menyaksikan ribuan mayat bergelimpangan, berbagai

PETAKA KUASA DUSTA

”Jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu-bapak dan kaum kerabatmu...Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (TQS An Nisaa: 135). Ini kisah menurut La Fontaine dalam Fables et Epitres. Dunia margasatwa diserang wabah penyakit. Diduga wabah itu merupakan azab Tuhan karena kejahatan penghuni dunia itu. Baginda Singa, tokoh nomor satu di kerajaan rimba, dengan memelas mengakui, ”Akulah penyebab segala bencana ini. Pekerjaanku memakan warga yang lemah seperti domba dan kambing.” Serigala membantah. ”Bukan demikian, Baginda tidak salah.” Yang dilakukan singa adalah implikasi dari kekuasaan. Memakan warga adalah bagian resiko yang harus diambil dari kebijakan yang dibuat pemimpin. Seorang demi seorang dari pembesar margasatwa bergilir mengakui kesalahannya. Pengadilan selalu memutuskan mereka tak bersalah

“Robohnya Masjid Kami” [Kritik Memakmurkan Masjid]

“Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama Allah dalam masjid-masjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (masjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat.” (TQS Al Baqarah: 114) Masjid itu dindingnya dari tanah liat. Tiangnya batang kurma, lantainya pasir, dan atapnya pelepah kurma. Maka, di suatu hari kaum Anshar mengumpulkan harta dan mendatangi Rasulullah saw.. "Wahai Rasulullah, bangunlah masjid dan hiasilah seindah-indahnya dengan harta yang kami bawa ini. Sampai kapan kita harus salat di bawah pelepah kurma?" Rasulullah menjawab, "Aku ingin seperti saudaraku Nabi Musa, masjidku cukup seperti arisy (gubuk tempat berteduh) Nabi Musa a.s.” Dijelaskan oleh Hasan r.a. menjelaskan bahwa ukuran arisy Nabi Musa a.s. adalah bila Rasulullah saw. mengangkat tangannya maka atapnya akan tersentuh Hadits ya