Langsung ke konten utama

Agar Kita Bisa Tidur dengan Tenang

“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku.“ (QS Al Fajr: 27-30)

Di Madinah yang tenang, siang berlalu setengah perjalanan. Serombongan orang nampak asing berjalan memasuki kota suci Islam kedua itu. Ternyata, itu adalah rombongan Hurmuzan, Panglima dan Pangeran Persia yang telah ditaklukkan pasukan Muslim. Mereka ingin bertenu dengan Amirul Mukminin Umar bin Khattab.
Dengan ditemani Anas bin Malik, Hurmuzan datang dengan kebesaran dan kemegahannya. Dengan diikuti pemuka-pemuka terkenal dan seluruh anggota keluarganya, Hurmuzan memasuki kota Madinah dengan menampilkan keagungan dan kemuliaan raja. Perhiasan yang bertatahkan permata melekat di dahi. Mantel sutera yang mewah menutupi pundaknya. Sementara itu, sebilah pedang bengkok dengan hiasan batu-batu mulia menggantung pada sabuknya. Ia bertanya-tanya di mana Amirul Mukminin bertempat tinggal. Ia membayangkan bahwa Umar bin Khattab yang kemasyhurannya tersebar ke sekuruh dunia pasti tinggal di istana yang megah.
Sesampai di Madinah, mereka langsung menuju ke kediaman Umar, tetapi mereka diberitahu Umar sudah pergi ke masjid, sedang menerima delegasi dari Kufah. Mereka pun bergegas ke masjid. Tetapi tidak juga mereka melihat Umar. Melihat rombongan itu, anak-anak Madinah mengerti maksud kedatangan mereka. Lalu diberitahukan bahwa Amirul Mukminin sedang tidur di beranda kanan masjid dengan menggunakan mantelnya sebagai bantal.
Betapa terkejutnya Hurmuzan, ketika ditunjukkan bahwa Umar adalah lelaki dengan pakaian seadanya, yang sedang tidur di masjid itu. Hurmuzan beserta rombongannya nyaris tak percaya. Tetapi itulah kenyataannya. Di masjid kala itu, memang tidak ada orang lain kecuali Umar.
Maka, dalam sebuah riwayat dikatakan, sambil berdecak kagum dan heran Hurmuzan berguman, “Engkau wahai Umar, telah memerintah dengan adil, lalu engkau aman, dan engkau tidur dengan nyaman.“
Setelah itu terjadi dialog panjang lebar. Tentang kesepakatan-kesepakatan penting berkenaan dengan takluknya berbagai daerah Persia kepada pasukan Muslim.
Sepenggal kisah dari zaman keemasan Islam di atas banyak mengandung pelajaran untuk kita. Tentang teladan kesederhanaan, kesahajaan, munculnya penghormatan, juga tentang arti rasa aman dan tenang. Secara khusus, mari kita simak perkataan Hurmuzan. Sepenggal kisah di atas, adalah kisah tentang kebesaran salah satu orang terbaik sepanjang sejarah yang mengajarkan arti sesungguhnya dari rasa aman dan dan tenang. Bisakah dibayangkan oleh kita, seorang pemimpin tertinggi, yang kekuasaannya bergema seantero bumi, dengan ringan dan tanpa rasa takut sedikitpun tidur-tiduran di emparan masjid?
Tak bisa dimungkiri, ada hubungan erat antara tidur seseorang dengan rasa aman. Betapa banyak saat ini, orang yang punya masalah akut dengan tidur. Meski indikator (tanda-tanda) rasa aman tidak semata hanya kenyamanan tidur, tetapi yang pasti, oranbg yang sedang mengalami ganguan fisik dan psikis (kejiwaan) umumnya akan susah tidur. Gangguan susah tidur, dalam istilah kedokteran atau psikologi sering disebut dengan imsomnia (in: tidak, somnus: tidur). Ada yang menderita sementara, ada yang kronis.
Setiap orang perlu tidur. Meski lamanya waktu seseorang tidur relatif berbeda. Dengan tidur seseorang sesungguhnya sedang melakukan pembersihan diri dari segala hal yang menyebabkan kelelahan. Sehingga, bila bangun tubuh terasa segar. Ini adalah karunia penting dari Allah. Karenanya, di masa Rasulullah, ketika perang Ahzab/Khandaq berkecamuk hebat, salah satu kenikmatan besar yang dirasakan kaum Muslimin adalah turunnya hujan dan rasa kantuk.
Allah swt. Berfirman, “(Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteraman daripada-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan syaitan dan untuk menguatkan hatimu dan memperteguh dengannya telapak kakimu.“ (QS Al Anfaal:11).
Setiap kita perlu rasa aman. Bahkan rasa aman merupakan salah satu kebutuhan penting manusia untuk hidup. Tanpa rasa aman, apalah artinya dunia dan segala gemerlapnya. Karenanya Rasulullah bersabda, “Barangsiapa di antara kalian mendapati paginya dalam keadaan aman, di keluarganya dan di perjalanannya, sehat badannya, memiliki apa yang akan ia makan hari itu, maka sungguh ia seperti dilingkupi dunia.“ (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Kunci dari semua kenyamanan terletak pada kenyamanan jiwa. Sedang kenyamanan jiwa bersumber dari rasa aman yang diberikan Allah kepada hamba-Nya. Dengan jelas Alllah mengatakan hal ini.
"Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan menunjuki orang-orang yang bertaubat kepada-Nya",(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. Orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka kebahagiaan dan tempat kembali yang baik." (QS Ar Ra’d: 27-29)
Maka, pengaruh iman amal shalih terhadap rasa nyaman sangat besar. Ada sumbangsih besar dan nyata yang diberikan kenyamanan hati terhadap kenyamanan fisik. Apa yang ada di hati akan “bersuara“ pada fisik kita. Bila hati nyaman maka nyamanlah fisik. Jadi, kisah Umar adalah tentang perpaduan ideal tentang buah keimanan dan amal shalih. Keimanan membuat Umar yakin sepenuhnya bahwa Allah-lah sebagai pelindung. Amal shalih yang mewujud dalam keadilan menjalankan pemerintahan membuat tak perlu khawatir akan datangnya orang yang akan mencelakainya. Maka, tidurlah Umar--seorang ’raja’ yang namanya bergema di penjuru dunia—di emperan masjid, dengan tenang tanpa perlu pengawalan.

Berkah Keshalihan itu
Hidup yang dan baik akan berbuah kebaikan serta ketenteraman. Begitulah, hidup seorang muslim laksana pohon. Akarnya adalah iman kepada Allah. Akar itu sekaligus jaminan eksistensinya, untuk tetap kokoh menghadapi berbagai guncangan. Sedang, apa yang ia makan, yang ia lakukan, yang ia perbuat, secara halal dan benar akan melahirkan buah yang bersih, segar, dan menyenangkan. Maka, pada tataran selanjutnya sesungguhnya keimanan dan keshalihan semata-mata hanya akan melahirkan manfaat dan keberkahan bagi kita pribadi sekaligus orang di sekitar kita.
Keberkahan memang tidak dapat secara sederhana dicerna dengan akal. Tapi sebenarnya ia bisa dirasakan bekasnya. Seorang Mukmin yang baik pasti punya catatan tentang hari-hari kehidupannya, di mana ia bisa merasakan bagaimana berkah yang diberikan Allah dalam bentuk apapun.
Keberkahan itu kadangkala berupa penyikapan yang benar dari seorang mukmin terhadap segala sisi kehidupan. Ia dapat berupa hati yang istiqamah menghadapi pasang surut kehidupan. Turunnya nikmat tidak membuatnya lupa daratan. Begitu sebaliknya, datangnya ujian atau cobaan tidak membuat jiwanya tergoncang. Pendek kata, berkah dalam konteks ini adalah karunia Allah terhadap seorang mukmin berupa jiwa besar, hati yang lapang, sehingga tetap stabil menghadapi apa saja.
Dalam pengertian ini Rasulullah yang mulia bersabda, “Ada empat hal yang ada pada diri engkau maka tak ada beban bagimu atas apa-apa yang hilang di dunia ini. Yaitu menjaga amanah, berbicara dengan jujur, berakhlak mulia, dan menjaga kebersihan diri.“
Orang yang berbuat shalih berarti berjalan dalam rel yang dibenarkan. Tidak melangar larangan, tidak mengambil hak orang, dan tidak menzalimi orang lain. Maka, keshalihan dan keimanan tersebut akan mengantarkan orang pada kondisi ketika dia tidak merasa punya musuh. Dan inilah sesungguhnya inti dari kemerdekaan.

ANTARA TIDUR DAN WAKTU BANGUN

Dari seluruh rangkaian hidup kita. Tidur merupakan penutupnya. Karenanya perhatian Islam terhadap tidur sangat besar. Bila di siang hari kita selalu berusaha membingkai dengan keshalihan, menjaga kebersihan hati, berusaha menjauhi yang haram, dan berusaha mengambil yang halal, maka menutup/mengakhirinya harus dengan yang baik pula.
Menjelang tidur adalah saat yang tepat untuk mengevaluasi seluruh kegiatan di siang hari. Bahkan seluruh waktu dan usia yang telah kita lalui. Saat itulah saat dimana kita dekat dengan diri kita sendiri. Sat itulah kesempatan terbaik untuk jujur pada diri sendiri.
Maka tidak perlu heran, urusan tidur mempunyai tuntunan yang detail dalam Islam. Seperti yang dicontohkan Rasulullah saw. yang mulia, sebelum tidur dianjurkan untuk membaca dua ayat terakhir dari Surat Al Baqarah, membaca surat Al Ikhlas, Al Falaq, dan An-Naas, lalu meniupkan ke tangan dan mengusapkan ke badan. Kemudian membaca doa akan tidur. Juga anjuran Rasulullah untuk tetap dalam kondisi wudhu (suci).
Banyaknya tuntunan Rasulullah terkait dengan tidur menunjukkan betapa tidur adalah aktivitas yang penting. Barangkali, rahasianya adalah karena tidur merupakan salah satu kondisi terlemah manusia. Sebab, saat itu sebenarnya manusia ‘mati’ tetapi masih hidup. Ia tidak tahu, apakah ia akan tidur selamanya, ataukah umurnya masih ada sisa. Tidur juga terminal pemberhentian dari seluruh rangkaian hidup kita, untuk kemudian mengawali aktivitas baru, hari baru, dan umur baru.

Bangun untuk Bermunajat

Tidur nyaman sama artinya dengan tidur yang berkualitas. Kualitas pada gilirannya menafikan kuantitas. Maka bagi seorang Mukmin, kenyamanan tidur itu dapat berarti memperpendek waktu tidur. Tidak sepenuhnya malam itu kita habiskan untuk tidur.
Tidur memang perlu, tetapi dalam tidur ada perjuangan lain: perjuangan untuk bangun. Alangkah indahnya tuntunan Islam. Dalam setiap ajaran selalu ada manfaat yang berlipat-lipat. Seperti itu pula dalam tidur. Tidak saja di dalamnya ada ajaran tentang keseimbangan tubuh, tapi juga tuntunan lain yang sangat banyak. Di antara tuntunan itu adalah anjuran untuk bangun tidur di malam hari.
Rasulullah saw. bersabda, “Hendaklah kamu bangun malam karena itu adalah kebiasaan orang-orang yang shalih sebelum kamu. Sesungguhnya bangun malam itu mendekatkan diri kepada Allah, menutup segala dosa, menghilangkan penyakit tubuh dan menjauhi kekejian.“ (HR Tirmidzi).
Pada sepertiga malam yang terakhir, justru saat-saat paling istimewa bagi siapa saja yang ingin bermunajat kepada Allah. Saat itu Allah turun ke langit bumi dan memberi kesempatan kepada hamba-hamba-Nya untu bermunajat, meminta, dan memohon segala kebaikan. “Adakah yang berdo’a kepada-Ku, biar Aku perkenankan? Adakah yang meminta kepada-Ku biar Aku berikan? Adakah yang memohon ampunan kepada-Ku biar Aku ampuni?“ begitu firman Allah dalam hadits qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
Tanpa mengatakan bahwa tujuan salat malam adalah demi kesehatan, tetapi ilmu pengetahuan modern membuktikan dampak salat malam bagi kesehatan tubuh. Seperti yang dilakukan Muhammad Sholeh, Doktor Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya. Berdasar penelitiannya terhadap siswa SMU Lukmanul Hakim Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya yang memang secara rutin melakukan salat tahajud. Salah satu kesimpulannya, salat tahajud yang dilakukan di penghujung malam yang sunyi akan mendatangkan ketenangan. Sementara ketenangan itu sendiri mampu meningkatkan ketahanan tubuh, imunologik, mengurangi resiko terkena penyakit jantung dan meningkatkan usia harapan hidup.
Malam hari adalah malam yang dinantikan oleh hamba-hamba yang shalih. Mereka tidak bisa membayangkan apa jadinya bila hari tanpa malam. Dalam riwayat lain, Rasulullah mengabarkan, “Sesungguhnya pada waktu malam ada waktu tertentu, yang tidak seorangpun memohon kepada Allah kebaikan dunia dan akherat tepat pada waktu itu, kecuali pasti akan diberikan. Dan, itu berlaku untuk setiap malam.“ (HR Muslim). Jadi, apalagi yang membuat kita malas berjaga di sepertiga malam untuk bermunajat kepada-Nya?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PETAKA KUASA DUSTA

”Jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu-bapak dan kaum kerabatmu...Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (TQS An Nisaa: 135). Ini kisah menurut La Fontaine dalam Fables et Epitres. Dunia margasatwa diserang wabah penyakit. Diduga wabah itu merupakan azab Tuhan karena kejahatan penghuni dunia itu. Baginda Singa, tokoh nomor satu di kerajaan rimba, dengan memelas mengakui, ”Akulah penyebab segala bencana ini. Pekerjaanku memakan warga yang lemah seperti domba dan kambing.” Serigala membantah. ”Bukan demikian, Baginda tidak salah.” Yang dilakukan singa adalah implikasi dari kekuasaan. Memakan warga adalah bagian resiko yang harus diambil dari kebijakan yang dibuat pemimpin. Seorang demi seorang dari pembesar margasatwa bergilir mengakui kesalahannya. Pengadilan selalu memutuskan mereka tak bersalah

“Robohnya Masjid Kami” [Kritik Memakmurkan Masjid]

“Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama Allah dalam masjid-masjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (masjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat.” (TQS Al Baqarah: 114) Masjid itu dindingnya dari tanah liat. Tiangnya batang kurma, lantainya pasir, dan atapnya pelepah kurma. Maka, di suatu hari kaum Anshar mengumpulkan harta dan mendatangi Rasulullah saw.. "Wahai Rasulullah, bangunlah masjid dan hiasilah seindah-indahnya dengan harta yang kami bawa ini. Sampai kapan kita harus salat di bawah pelepah kurma?" Rasulullah menjawab, "Aku ingin seperti saudaraku Nabi Musa, masjidku cukup seperti arisy (gubuk tempat berteduh) Nabi Musa a.s.” Dijelaskan oleh Hasan r.a. menjelaskan bahwa ukuran arisy Nabi Musa a.s. adalah bila Rasulullah saw. mengangkat tangannya maka atapnya akan tersentuh Hadits ya

Saat Bencana Tak Menyadarkan Kita

“Belumkah datang kepada mereka berita penting tentang orang-orang yang sebelum mereka, (yaitu) kaum Nuh, 'Aad, Tsamud, kaum Ibrahim, penduduk Madyan dan negeri-negeri yang telah musnah? Telah datang kepada mereka rasul-rasul dengan membawa keterangan yang nyata, maka Allah tidaklah sekali-kali menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (QS At Taubah: 70) Selayaknya, hari itu adalah waktu libur yang menyenangkan. Pesisir pantai Aceh punya pesona menarik sebagaimana pantai lainnya di pesisir Samudera Indonesia. Pagi yang cerah. Menawarkan selera untuk bercengkerama dengan keluarga, sembari menikmati indahnya panorama pantai. Namun, malang tak dapat ditolak untung tak dapat diraih. Semuanya berubah menjadi peristiwa yang memilukan. Tiba-tiba bumi berguncang dahsyat, gempa mengundang panik semuanya. Belum sirna rasa terkejut itu, riuh rendah orang berteriak, “Air, air..., air datang!“ Kita selanjutnya menyaksikan ribuan mayat bergelimpangan, berbagai