Langsung ke konten utama

Esok yang Lebih Baik

”Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”
(TQS Alam Nasyrah: 5-6)

Rasulullah yang mulia memalingkan muka ke arah sahabatnya, wajahnya nampak begitu berseri. ”Bergembiralah kalian, karena akan datang kemudahan bagi kalian, kesulitan tidak akan mengalahkan dua kemudahan.”
Hadist yang diriwayatkan Ibnu Jarir tersebut terjadi saat Rasulullah saw. usai menerima wahyu, Surah Alam Nasyrah. Allah telah menjanjikan kepada kita bahwa bersama kesulitan selalu ada kemudahan. Menurut Ibnu Katsir, pengulangan kalimat itu menandakan, bahwa kesulitan tidak akan berdaya melawan dua kemudahan. Itu juga berarti bahwa setiap satu kesulitan pasti bersamanya ada dua kemudahan yang lain (Tafsir Ibnu Katsir).
Menjaga rasa gembira punya tempat istimewa dalam Islam. Ia bahkan menjadi salah satu pilar risalah kenabian. Sebab Rasul diutus untuk menyampaikan kabar gembira, selain untuk memberikan peringatan akan azab dari Allah swt. ”Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.” (TQS Saba’: 28.)
Ayat-ayat serupa banyak terdapat di dalam Al Qur’an. Ini menegaskan kepada kita, bahwa betapa rasa gembira selayaknya meliputi diri orang-orang mukmin. Ada saat dimana kesulitan itu mendera kita. Namun, kondisi tersebut tidak boleh membuat kita putus asa akan datangnya kemudahan.

Ekspresi Optimis
Rasa gembira sama artinya dengan menjaga sikap optimis. Dari sinilah muncul kesabaran dan kemauan menyikapi segala persoalan dengan bijak. Kalaupun ada kesulitan besar, juga ada karunia besar yang mengiringi. Inilah pelajaran yang kita dapatkan dari perilaku kaum Muslimin di Amerika Serikat. Dulu, di negeri yang konon menjadi kiblat demokrasi itu, umat Islam nyaris tidak menemukan hambatan berarti dalam menyebarkan Islam. Namun, hal itu berubah drastis setelah peristiwa pengeboman gedung WTC, September 2001. Umat Islam dikucilkan, intimidasi bertubi-tubi diterima. Namun umat Islam di Amerika tetap bersikap bijak. Dengan sungguh-sungguh dan santun, dijelaskan kepada masyarakat sejatinya Islam. Berbagai Islamic Center mengadakan open house, mengklarifikasi bahwa mayoritas kaum Muslimin anti-terorisme. Tidak ada ajaran Islam yang membenarkan perlakuan semena-mena pemeluk agama yang lain.
Sikap bijak itu berbuah manis. Ternyata memang banyak masyarakat Amerika yang sebenarnya tidak mengetahui tentang Islam. Selama itu, mereka lebih sering mendapatkan informasi dari media massa yang memang dengan sengaja menyudutkan Islam. Saat mereka datang sendiri ke Islamic Center ternyata hal itu bertentangan sama sekali. Mereka selanjutnya dengan ikhlas memeluk agama Islam. CAIR (Council on American-Islamic Relations) mencatat ada lebih dari 34 ribu rakyat Amerika memeluk Islam selama 3 bulan setelah tragedi pengeboman WTC. Jumlah itu adalah prestasi besar, karena jumlah itu sama dengan jumlah mualaf yang tercatat oleh CAIR selama satu dasawarsa (sepuluh tahun) sebelumnya. Jumlah pemeluk Islam di Amerika terus bertambah. Tak ayal, hal itu juga mempengaruhi sikap politik pemerintah. Walaupun masih menerapkan kebijakan politik luar negeri yang tak simpatik terhadap umat Islam, Presiden Bush di Gedung Putih setiap bulan Ramadhan merasa perlu menyelenggarakan acara ifthar (buka puasa bersama), mengundang para tokoh Islam. Saat ini, persaingan ketat antara Barack Obama dan Hillary Clinton untuk maju menjadi capres dari kubu Demokrat juga tak luput dari posisi tawar politik (suara) umat Islam di AS.

Berkah Terselubung
Saat ini publik Eropa dan dunia dihebohkan dengan film Fitna. Film yang disutradarai dan diproduksi oleh Geert Wilders, anggota Parlemen Belanda, secara blak-blakan menghina, menjelek-jelekkan, dan melecehkan umat Islam. Kitab Al Quran, katanya, merupakan kitab yang fasis tak ubahnya Mein Kampf-nya Hitler yang menghasut dan melakukan kebencian dan pembunuhan. Film itu ditutup dengan kesimpulan: ”Stop Islamisasi dan Bela Kebebasan Kita.” Ia menasehati umat Islam untuk menyobek separuh Al Quran bila ingin hidup di Belanda.
Sewajarnya jika kita marah. Bagi kita, Al Quran dan Sunnah Nabi adalah suci, pedoman hidup yang tak boleh dinistakan. Tak sekadar melukai hati kita, film yang bisa diunduh (download) di internet itu bisa merusak persepsi masyarakat Eropa tentang Islam. Hal itu potensial menghambat interaksi sosial dan pengamalan Islam di Eropa.
Namun, sikap bijak, sebagaimana dilakukan umat Islam di AS selayaknya juga dimiliki dalam menyikapi fitnah Geert Wilders. Walaupun film tersebut potensial menjadi ancaman berat penyebaran Islam di Eropa, bisa jadi hal itu malah membawa berkah terselubung (blessing in disguise); menjadi pintu pembuka mengenal Islam bagi publik Eropa. Publik penasaran; kita lantas memberi penjelasan yang memuaskan, lalu mereka tahu sejatinya Islam. Pemeluk Islam di Eropa bisa semakin banyak lantaran Fitna, sebagaimana terjadi di Amerika lantaran tragedi WTC.
Tak boleh ada masalah yang memberi peluang bagi timbulnya kekhawatiran, pesimisme, serta perilaku kontaproduktif yang lain. Semua masalah memberi celah untuk menghadirkan kebaikan yang lebih banyak lagi.
Di setiap situasi yang paling sulit, selalu ada celah untuk membangun optimisme. Begitulah sesungguhnya Islam mengajarkan, dalam keseluruhan perjalanan hidup kita. Bahkan celah itu harus senantiasa kita adakan. Ia semacam benteng pertahanan yang harus kita buat. Kita mengerti bahwa hidup tak sekedar persaingan, tetapi juga kerja keras dan pergulatan melawan kondisi yang sering tak ramah kepada kita. Hal itu melelahkan. Kadang ia seperti menghabisi jerih payah kita, menguras kesabaran kita dan melumat sisa-sisa tenaga kita.
Tetapi, itu semua tidak boleh memberangus ruang optimisme di hati kita. Ruang itu harus tetap ada dan terus dijaga. Ia laksana kantong air bagi para musafir yang melakukan perjalanan jauh di gurun pasir yang gersang Meski kala tertentu, dipuncak keguncangan kita, suatu hari, dulu atau nanti, dalam perjalanan hidup yang melelahkan ini, kantong itu terkoyak. Tapi isinya tidak boleh habis.
Salah satu doa yang sering dibaca Rasulullah dan diajarkan kepada kita adalah meminta perlindungan dari pesimisme, rasa gundah, dan kesedihan. ”Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari kecemasan dan kesedihan, dari rasa lemah dan kemalasan, dari kebakhilan dan sifat pengecut, dan dari beban hutang dan tekanan orang jahat.” Untaian doa tersebut memiliki makna mendalam tentang harapan ketenangan, optimisme, dan rasa gembira yang selayaknya meliputi diri kita.
Kisah Perang Parit (Perang Khandaq/Ahzab) mengambarkan keteladanan Rasulullah menghadirkan optimisme. Perang tersebut adalah perang paling genting bagi kaum Muslimin. Sepuluh ribu koalisi pasukan kafir Arab, jumlah terbesar yang tercatat sejarah kala itu, siap menghancurkan kaum Muslimin. Tak mungkin melawan mereka langsung. Alternatifnya hanya bertahan. Tapi parit yang dibuat sesuai usul Salman Al Farisi, terhalang batu besar. Para sahabat tak mampu menghancurkan batu tersebut sehingga Rasulullah sendiri harus turun tangan. Dipukul langsung oleh Rasulullah, batu pun terbelah. Di tengah percikan batu tersebut, Rasulullah mengucapkan pernyataan mengesankan: “Sungguh, kulihat bayangan kunci kerajaan Yaman, Persia, dan Rumawi, di tangan Kaum Muslimin.” Di tengah situasi sulit, Rasulullah malah memberi pernyataan bernada sangat optimis. Rasa optimisme itu kemudian menghadirkan kemenangan tentara Muslimin.
Akhir bulan Maret 2008, Vatikan meliris survei dalam buku tahunan yang memupuk rasa percaya diri dan optimisme kita. Saat ini, pemeluk Islam di dunia telah melampaui (lebih banyak) pemeluk Katolik. Dalam buku tahunan tersebut, pemeluk Islam mewakili 19 persen penduduk dunia yang berjumlah 6,5 miliar jiwa. Pemeluk Katolik hanya mencapai 17,4 persen. Umat Islam ternyata terus bertambah walau bertubi-tubi fitnah diterima. Ini artinya semakin yang banyak yang mengerti dan mengamalkan kebaikan Islam. Dalam kata lain, hari esok, insya Allah semakin lebih baik.***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PETAKA KUASA DUSTA

”Jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu-bapak dan kaum kerabatmu...Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (TQS An Nisaa: 135). Ini kisah menurut La Fontaine dalam Fables et Epitres. Dunia margasatwa diserang wabah penyakit. Diduga wabah itu merupakan azab Tuhan karena kejahatan penghuni dunia itu. Baginda Singa, tokoh nomor satu di kerajaan rimba, dengan memelas mengakui, ”Akulah penyebab segala bencana ini. Pekerjaanku memakan warga yang lemah seperti domba dan kambing.” Serigala membantah. ”Bukan demikian, Baginda tidak salah.” Yang dilakukan singa adalah implikasi dari kekuasaan. Memakan warga adalah bagian resiko yang harus diambil dari kebijakan yang dibuat pemimpin. Seorang demi seorang dari pembesar margasatwa bergilir mengakui kesalahannya. Pengadilan selalu memutuskan mereka tak bersalah

“Robohnya Masjid Kami” [Kritik Memakmurkan Masjid]

“Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama Allah dalam masjid-masjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (masjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat.” (TQS Al Baqarah: 114) Masjid itu dindingnya dari tanah liat. Tiangnya batang kurma, lantainya pasir, dan atapnya pelepah kurma. Maka, di suatu hari kaum Anshar mengumpulkan harta dan mendatangi Rasulullah saw.. "Wahai Rasulullah, bangunlah masjid dan hiasilah seindah-indahnya dengan harta yang kami bawa ini. Sampai kapan kita harus salat di bawah pelepah kurma?" Rasulullah menjawab, "Aku ingin seperti saudaraku Nabi Musa, masjidku cukup seperti arisy (gubuk tempat berteduh) Nabi Musa a.s.” Dijelaskan oleh Hasan r.a. menjelaskan bahwa ukuran arisy Nabi Musa a.s. adalah bila Rasulullah saw. mengangkat tangannya maka atapnya akan tersentuh Hadits ya

Saat Bencana Tak Menyadarkan Kita

“Belumkah datang kepada mereka berita penting tentang orang-orang yang sebelum mereka, (yaitu) kaum Nuh, 'Aad, Tsamud, kaum Ibrahim, penduduk Madyan dan negeri-negeri yang telah musnah? Telah datang kepada mereka rasul-rasul dengan membawa keterangan yang nyata, maka Allah tidaklah sekali-kali menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (QS At Taubah: 70) Selayaknya, hari itu adalah waktu libur yang menyenangkan. Pesisir pantai Aceh punya pesona menarik sebagaimana pantai lainnya di pesisir Samudera Indonesia. Pagi yang cerah. Menawarkan selera untuk bercengkerama dengan keluarga, sembari menikmati indahnya panorama pantai. Namun, malang tak dapat ditolak untung tak dapat diraih. Semuanya berubah menjadi peristiwa yang memilukan. Tiba-tiba bumi berguncang dahsyat, gempa mengundang panik semuanya. Belum sirna rasa terkejut itu, riuh rendah orang berteriak, “Air, air..., air datang!“ Kita selanjutnya menyaksikan ribuan mayat bergelimpangan, berbagai